[CLOSED] Hamburger and Dinner

((OOT: CLOSED, Allo and Raichito only. Setting malam, 7 p.m, seminggu setelah Winter Day ))

---

"Terima kasih, lain kali datang lagi ya!"

Waitress berwajah tirus itu tersenyum cerah sambil memberikan kantong kertas berisi pada Allo. Wanita itu sedikit mencuri pandang untuk memandangi wajah pemuda ini. Allo yang sibuk mengambil uang dari dalam dompetnya, mulai merasa risih. Ia cepat-cepat memberikan uang pada waitress itu, tak lupa dengan bonus tatapan tajam yang seolah mengatakan 'jangan-lihat-lihat' pada si pelayan. Huh, menyebalkan. Waitress itu sepertinya berwajah tembok. Sudah dipandangi begitu, ia malah tersenyum genit. Perawan tua. Allo mendengus kesal. Ia langsung mengambil kantong kertasnya, lalu berjalan menjauh dari waitress itu.

Oke, Allo tidak bisa menyalahkan kalau ia punya wajah yang cukup menarik perhatian. Garis wajahnya tegas, tapi tetap memberikan kesan remaja yang tengah tumbuh. Bibirnya tipis, namun tidak pucat, sedikit berwarna kemerahan. Matanya yang kuning keemasan, mungkin unik dan sangat mencuri perhatian. Ditambah kulitnya yang seperti porselen, dan dibingkai rambut biru yang agak panjang dan lembut (kau bisa salahkan Kazu yang selalu membelikan shampoo untuk wanita). Allo bisa dikategorikan sebagai pemuda yang tampan, namun sering juga dibilang...manis. Oi, dia bukan perempuan!

"Cih, merepotkan..." gumam pemuda itu, sambil membuka pintu keluar.

Allo baru saja membeli hamburger. Double Cheese Burger. Ia malas menunggu dulu sampai selesai memasak makan malam. Ia sudah menyelesaikan separuh masakan untuk makan malam. Yah, yang disukai Hyo saja. Masakan untuk Kazu diselesaikan nanti, mendekati waktu pulang kerjanya. Allo malas kalau diselesaikan sekarang. Nanti Kazu ribut minta dihangatkan makanannya. Merepotkan.

Allo membuka kantong kertasnya. Mengeluarkan hamburger yang masih hangat, dibungkus kertas lain. Aah, lapar. Allo berjalan di koridor lantai satu apartemen, sambil mulai memakan hamburgernya. Memang tidak sehat makan junk food begini. Tapi ia buru-buru. Lagi, Allo tidak niat makan malam di kamar. Cream stew dan sup jamur bukan makanan favoritnya. Terima kasih.

Huh, untunglah koridor sepi. Ia tidak perlu khawatir tertabrak orang lain, kan?

Raichito keluar kamarnya. Mengunci pintunya, kemudian menjatuhkan kuncinya ke dalam kantong celananya. Tatapannya lesu-pikirannya kosong, untuk saat ini ia terlihat seperti raga tak berarwah.

Dengan hanya menggunakan jaket dan celana panjangnya, ia berjalan menyusuri koridor menuju lantai satu. Tumben langkah Raichito kali ini bertujuan. Kali ini ia ingin membeli makanan ringan saja di mini mart.

Sampailah ia di lantai satu. Perlu berjalan lagi untuk mencapai mini mart. Raichito mengedarkan matanya mencari jam di sepanjang koridor lantai satu. Hey Raichito, apakah kau lupa bahwa kau menggunakan jam tangan kawan. Sungguh, Raichito seperti orang yang akan mati besok. Wajahnya gelisah datar tanpa ada masalah di otaknya. Ia melirik ke arah jam tanganya. Jarum pendeknya berkisar menunjuk angaka tujuh yang menyala. Tatapannya kosong tak memandang jalan, melainkan menatap jam nya itu.

BRUKK

Tanpa disengaja Raichito telah menabrak seseorang yang sepertinya memiliki tubuh lebih kecil dibandingkan dengannya. Inilah akibatnya kalau jalan tidak memandang ke depan.

"Ah, maaf! Aku tidak sengaja," Raichito minta maaf kepada orang yang ditabraknya itu sambil membersihkan jaketnya yang terkena sesuatu- saos mungkin, karena warnanya merah. Kemudian mengangkat wajahnya ke arah orang yang ditabraknya. Wajahnya sangat familiar di mata Raichito.

"Allo! Yaampun, aku minta maaf," ujarnya kepada Allo. Cepat-cepat Raichito bangkit berdiri dan membantu Allo untuk berdiri. Ada kotoran saos juga di wajahnya. Lantai koridor pun jadi kotor dengan burger yang sudah tak karuan bentuknya.

Kalau ditanya Allo benar-benar lapar atau tidak, pemuda itu menjawab ya, tentunya. Seharian ini Allo sangat sibuk. Pulang sekolah ia langsung berkeliling kota. Memotret banyak hal, dan langsung membawa hasil fotonya ke redaksi majalah yang sering memuat hasil fotonya. Setelah itu berbelanja bahan makanan untuk minggu depan, dan menjemput adik sepupunya. Hari yang sibuk. Belum lagi ia harus beres-beres. Merepotkan. Kazu sama sekali tidak bisa membantu. Mungkin bisa dibilang Allo itu ibu rumah tangga. Yeah, konyol memang.

Jadi, waktu senggang ini dimanfaatkan Allo untuk beristirahat sebentar. Makan malam, walau tidak dapat dikatakan sebagai makan malam. Biasanya makan malam itu duduk di meja makan bersama keluarga, bercanda, lalu menikmati masakan buatan ibu. Haha, seumur hidup dia tidak pernah merasakan makan malam seperti itu. Kenal orangtuanya saja tidak. Semua hal tentang makan malam seperti itu hanya diketahuinya dari cerita-cerita film.

Inilah makan malamnya, sendiri sambil berjalan di koridor. Tak ada masakan ibu, hanya setangkup burger yang dibeli di restoran. Hampir setiap hari begini. Kecuali Hyo merengek minta makan bersama. Adiknya itu tak biasa makan sendiri. Anak itu punya keluarga sebenarnya. Tidak seperti dirinya. Allo mungkin iri. Karena kadang adiknya itu bercerita tentang keluarganya. Huh, dia ini memang kekanakan.

Allo baru menggigit burgernya saat ada yang menabraknya. Allo kaget, dan langsung terdiam saat melihat burgernya terbang dari genggamannya. Jatuh ke lantai koridor, berantakkan.

Makan malamnya hari ini...hilang.

Allo mengangkat wajahnya saat mendapati orang itu meminta maaf. Wajah Allo berubah menjadi dingin. Tidak peduli siapa yang minta maaf itu. Allo langsung mencengkeram kerah jaket pemuda yang cukup dikenalnya itu; Raichito.

"Idiot, apa yang kau lakukan?" Allo bertanya dengan nada mengancam. "Kembalikan makan malamku!"

Allo berseru dengan penuh rasa marah. Sambil menunjuk burgernya yang berantakan di lantai.

Lantai koridor berantakan. Kotor. Ada roti yang sudah tergigit sedikit, daging yang sepertinya masih hangat, keju yang sudah tergigit juga ditambah sisa-sisa saos yang tak karuan wujudnya.

Raichito sedang dalam masalah. Baru saja ia menabrak pemuda yang ia kenal yang bernama Allo. Ini semua karena ia berjalan tanpa memperhatikan jalan ke depan. Bodoh sekali. Mungkin ini akan jadi pelajaran buat dirinya.

Mendapati burgernya jatuh ditabrak, Allo langsung marah. Siapa yang tak akan marah? Raichito pun juga mungkin akan marah bila itu terjadi padanya.

"Idiot, apa yang kau lakukan?"

Wajahnya langsung berubah dingin. Allo tanpa peduli siapa orangnya langsung mencengkeram kerah jaket Raichito. Raichito dapat merasakan kuat nya cengkraman Allo. Wajahnya tak menunjukan bahwa ia sedang bercanda. Seram juga Allo kalau sedang marah, pikir Raichito dalam hati- sebetulnya Ia agak takut juga saat ini. "Maaf. Jujur aku tak sengaja menabrak mu,"

"Kembalikan makan malamku!"

"Baik. Aku akan membelikan mu burger baru. Aku traktir kau malam ini. Semuanya. Tapi lepaskan tanganmu dulu," Raichito berusaha menarik tangan Allo agar melepaskan kerahnya.

"Kau ingin burger lagi? Ayo kita ke restaurant sekarang," Raichito menggenggam tangan Allo dan menariknya lemah menuju restaurant.

Ia pun langsung mendorong pintunya, kemudian masuk. Raichito langsung menyuruh Allo duduk sementara ia akan memesan burger. Ia pun meninggalkan Allo untuk memesan burger.

"Aku ingin memesan satu bvrger dan dua air mineral. Untuk meja yang di sebelah sana," Raichito asal memesan pesanannya sambil menunjuk meja dimana ia menyuruh Allo duduk dikursinya.

"Baik. Segera datang tuan," ujar waitress merespon pesanan Raichito. Kemudian Raichito kembali menuju tempatnya.

Kalau yang menabraknya bukan Raichito, mungkin Allo tidak hanya mengancam seperti itu. Tendangan telak di perut, kemudian hantaman di wajah. Membuat yang menabraknya berlutut memohon ampun, karena masih sayang nyawa. Seriously, Allo paling tidak suka ditabrak seperti itu. Sudah jelas punya mata, kenapa tidak dipakai? Padahal sepertinya Allo tidak sekecil itu untuk tak terlihat. Itulah buktinya, manusia yang suka menabrak dan dengan tergagap mengatakan 'tak sengaja' itu adalah manusia idiot dan tak bisa berpikir. Imbisil, hanya menambah sampah di dunia.

Tapi begitu melihat Raichito yang menabraknya, entah kenapa pikiran ingin menghajar si penabrak langsung hilang. Aneh, huh? Dia saja tidak mengerti. Bahkan ia langsung melepas cengkeramannya setelah Raichito menarik tangannya. Begitu merasakan tangan pemuda itu di atas tangannya sendiri, Allo sempat merasa ia berdebar-debar.

Uh, ada apa denganmu, Allo?

"Baguslah kalau kau mau menggantinya," gumam Allo, ketika pemuda itu mengatakan akan mentraktirnya.

Mereka masuk ke dalam restoran. Allo duduk menunggu di meja. Sedangkan Raichito memesan makan malamnya. Dari jauh, ia memperhatikan pemuda yang sedikit lebih tinggi darinya itu. Tanpa sadar ia tersenyum tipis, sambil menopang pipinya dengan tangan kirinya.

"Hmh...setidaknya aku tidak akan makan sendirian..." ia menghela napas dan sekali lagi mencuri pandang ke arah Raichito.

Hei, dia keren juga kalau dilihat-lihat.

...wait, baru saja kau memikirkan kalau Raichito itu keren?!

Allo langsung mengalihkan pandangannya. Kali ini menyadari kalau wajahnya pasti sudah bersemu bagai tomat.

Setelah menabrak, Raichito malah harus mentraktir Allo. Well, mungkin mentraktir akan lebih murah dibanding membeli batu nisan yang bertuliskan namanya sendiri, ya kan?

Sembari berjalan menuju tempat duduknya, tak sengaja ia melihat Allo menopang pipinya memandangi.. hei, apakah Allo memandang ke arah Chito. Walau hanya mencuri pandang tetap saja namanya memandang. Langsung saja Raichito menjadi salah tingkah. Takut kalau ada yang aneh dengan dirinya.

"Aku sudah pesankan burger untukmu," ujar Raichito sambil menyeret kursi kemudian duduk di sebelah Allo.

Kemudian hening sejenak. "Allo.. apa ada yang aneh denganku? Soalnya.." belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, seorang pelayan datang mengantar pesanan. Satu buah burger dan dua buah air mineral. "Terimakasih," ujar Raichito kepada pelayan itu. Kemudian dengan cepat ia merogoh kantong celananya mencari uang. "Ini uangnya, kalau ada kembalinya ambil saja untukmu," tambahnya sambil menyerahkan beberapa lembar uang. Bukan maksud Raichito berbaik hati, hanya saja kalau uang kembalian, pasti akan hilang.

Kemudian ia kembali ke Allo. "Ini burger mu, dan aku juga membelikan mu air mineral," ujarnya sambil menyerahkan burger dan airnya.

Allo berusaha bertingkah seperti biasa ketika Raichito kembali. Seolah tidak peduli kalau pemuda itu ada di dekatnya. Mengalihkan pandangan, dan hanya melirik saat Raichito mengatakan sesuatu. Untung dia biasa memasang wajah stoic seperti itu. Jadi tidak ketahuan kalau dia salah tingkah, kan?

Diam-diam Allo cemas juga kalau Raichito mengetahui sejak tadi ia mencuri pandang ke arah pemuda itu. Makanya, dia berusaha merespon perkataan Raichito seminimal mungkin. Tidak mau ambil resiko Raichito menyadari tingkahnya yang aneh. Aah, ini merepotkan. Allo bingung sendiri. Ia jadi tidak berani menatap langsung pemuda yang duduk di sebelahnya itu. Oke...ini aneh.

"Baik sekali kau, tidak mengambil kembaliannya. Sudah merasa kaya, eh?" Allo berkomentar cuek, dengan nada sarkastis saat melihat Raichito membayar pesanannya. Yah, memang menurut Allo orang yang seperti itu menyebalkan. Padahal cari uang itu susah kan?

Tidak berkomentar banyak, Allo langsung mengambil burger dan air yang diberikan Raichito. Pemuda itu memperhatikan burger yang masih terasa hangat di tangannya. Allo mendengus kesal. Ia membuka roti atas burgernya, lalu memisahkan selada, tomat, dan acar timunnya. Yep, Allo tidak suka sayur. Hampir bisa dibilang benci.

"Ada sayurnya. Aku tidak suka," ujar Allo, sedikit cemberut.

Raichito hanya diam. Tidak tahu harus bilang apa. Akhirnya ia hanya bisa mengotak-atik air nya kemudian meminumnya. Atau memandangi Allo yang akan makan burger. Harusnya tadi ia pesan dua burger.

"Baik sekali kau, tidak mengambil kembaliannya. Sudah merasa kaya, eh?"

Allo mengomentari perbuatan Raichito saat membayar. Memang hal seperti itu terkesan 'sudah kelebihan uang' sehingga dengan gampangnya memberikan uangnya kepada orang lain.

"Aku, hanya melakukannya agar tak sia-sia. Kau tahu, aku mudah sekali menghilangkan uang kembalian. Jadi dari pada hilang, lebih baik ku berikan ke orang lain," Raichito menjelaskan tujuannya agar Allo tak salah paham.

Yah, tanpa menjawab lagi Allo langsung mengambil burgernya. Sudah sangat lapar, eh? Tapi yang ia malah memisahkan- sayurannya.

"Ada sayurnya. Aku tidak suka,"

O-oo. Sepertinya Raichito salah pesan burger. Sekarang Allo malah cemberut.

"Ah, aku tidak tahu kau tak suka sayuran," Raichito memutar otak berusaha mencari jalan keluar. Tidak lucu kan kalau makan dipisah-pisah seperti itu?

Raichito mengambil burgernya dan mengembalikannya ke semula.

"Ayolah Allo, sayuran tak seburuk yang kau pikirkan kok. Aku suapi ya," kata Raichito sambil menyuapkan burger yang ada sayurannya ke mulut Allo. Posisinya yang tepat di sebelah Allo memudahkannya untuk terus menyodorkan burgernya. Kesannya memang memaksa, tapi tetap halus.

Rupanya Raichito ceroboh, ya? Mudah menghilangkan uang, bodoh sekali. Masih mending kalau cuma mudah menghilangkan barang-barang. Tapi uang? Wao, hebat juga dia masih bisa hidup sampai sekarang. Cuma idiot yang seceroboh itu. Allo sendiri baru dengar kalau ada orang yang mudah menghilangkan uang. Allo tersenyum tipis. Dingin, senyum mengejek. Ia melirik Raichito.

"Baru kudengar ada orang yang mudah menghilangkan uang kembalian. Seidiot itukah kau? Fufu..." Allo berkomentar dingin, dan separuh mengejek.

Sekali lagi, jangan heran dengan sikap Allo yang dingin dan sarkastis itu. Kalian baru boleh heran kalau mendadak Allo jadi ramah dan menebar senyum ke segala arah. Berarti pemuda fotografer itu mengalami benturan kuat di kepala atau dunia sudah diambang kehancuran.

Raichito sepertinya menyadari kesalahannya memesan burger. Yah, tidak salah juga sih. Allo belum memberitahu kalau dia benci sayur, kan? Sebenarnya tidak masalah kalau ada sayurannya. Allo tinggal memisahkan sayuran-sayuran itu. Lalu bisa makan dengan tenang. Tapi Raichito malah membujuknya untuk tetap memakan sayuran itu bersama burgernya. Hmp, tidak akan.

"Aku tidak mau. Sayuran itu pahit!" ia berkata, sedikit kekanakan. Menoleh ke arah lain, untuk menjauhkan jangkauan Raichito ke mulutnya.

Hey, apakah menyimpan uang kembalian itu susah? Tentu! Itu susah sekali untuk seorang Raichito. Uang kembalian itu mudah tercecer kemana-mana, sehingga hilang. Oleh karenanya Raichito lebih senang menyimpan benda-benda besar dibanding benda-benda kecil.

"Baru kudengar ada orang yang mudah menghilangkan uang kembalian. Seidiot itukah kau? Fufu..."

Allo memasang tampang mengejek. Kata-katanya memang sangat mengena. Sudah dua kali Raichito mengalaminya.

"Yaah, mungkin. Menghilangkan uang kelihatannya idiot ya? Aku sendiri juga heran kenapa aku seidiot itu," ujar Raichito kemudian kembali meminum minumannya.

Memang sampai saat ini, ayahnya diam-diam mengiriminya uang. Namun Raichito hanya mengambilnya sebanyak keperluan kuliahnya. Untuk bertahan hidup ia hanya mengandalkan uang gajiannya.

Tidak suka sayuran mengingatkan Raichito kepada ibunya. Dulu ayah pernah cerita bahwa ibu tak suka sayuran. Berkat kegigihan ayahnya, sekarang ibunya bisa suka sayuran.

"Aku tidak mau. Sayuran itu pahit!"

"Tidak sepahit yang kau bayangkan. Ayolah Allo," kata Raichito berusaha merayu Allo agar ia makan burger bersama sayurannya.

Tapi Allo malah menoleh ke arah lain. Membuat Raichito sedikit kesulitan. Akhirnya ia terpaksa memegang sisi dagu, atau mungkin rahang, yah bagian bawah kepala Allo untuk membuatnya nengok ke arahnya.

"Sekarang buka mulutmu," ujar Raichito sambil bersiap menyuapkan burger ke arah mulut Allo.

Ada beberapa hal di dunia yang tidak akan pernah dilakukan Allo, walau ia akan mati kalau melakukannya. Salah satu hal itu adalah makan sayur. Yep, kekanakan memang. Tapi sejak kecil, Allo benci sayur. Menurutnya, sayuran itu pahit. Mungkin karena kebodohannya waktu kecil, Allo memakan timun yang belum masak, langsung tanpa diolah. Jadilah Allo menganggap semua sayur itu pahit. Ha, silakan kalian tertawa. Allo bisa menghajar siapapun yang menertawakan hal ini.

Dan selama ia beranjak remaja, Allo hanya beberapa kali makan sayuran. Itupun secara tidak sengaja, atau sayuran itu tercampur dan sulit dipisahkan. Oh, tentu ada efeknya. Setelah itu, Allo menghabiskan waktu hampir satu jam di kamar mandi. Berusaha mengeluarkan sayuran-sayuran itu dari perutnya. Memang ekstrim. Tapi memang seperti itu. Allo sangat anti sayuran.

Sekarang, ada yang memaksanya makan sayur.

Oke Raichito, perjuanganmu patut dihargai. Mungkin maksudmu baik, tapi Allo bisa menghajarmu nanti. Apalagi kau memaksanya begitu.

"U--uuh...tidak mau! Lepaskan aku, Raichito!" Allo berontak, walau sia-sia. Raichito lebih kuat darinya.

Memaksa orang memang bukan ahlinya. Kalau waktu di taman ia memaksa memakaikan Allo baju tebalnya, itu memang mudah. Namun situasi kali ini sungguhlah berbeda. Kalau waktu itu memaksa tanpa perlu campur tangan Allo, kalau sekarang Allo perlu berperan untuk menggigit nya, kemudian mengunyah dan menelannya masuk ke dalam perut.

Hah, bagaimana ini. Kalau Chito terlalu keras bisa-bisa Allo memukulnya. Sulit sekali memaksa orang tipe Allo.

"Allo.. aku harus melakukan apa untuk membuat mu mau makan sayuran?" tanyanya dengan suara pelan. Entah Allo akan dengar tidak. Sepertinya Raichito mulai putus asa.

"Ayolah.. Ini tidak buruk. Sekali gigit saja," ucap nya sambil terus merayunya.

"Kau mau makan burger ini dengan sayurannya atau membiarkan aku yang memakan semuanya? Aku tahu kau sangat lapar. Aku tidak mau membelikan mu burger baru. Jadi pilih, mau makan atau tidak?" usaha terakhir Raichito adalah mengancamnya. Ia tahu Allo lapar. Raichito pun memandangi Allo sambil menunggu keputusan Allo.

Sebenarnya, kenapa sih, Raichito terus memaksanya untuk makan sayur? Padahal kan, bukan urusannya. Padahal mereka baru kenal beberapa hari. Raichito sudah mengurusinya sampai seperti ini. Lama-lama dia jadi seperti ibunya. Padahal Kazu yang ayah angkatnya saja tidak pernah berani memaksa Allo untuk makan sayur. Resikonya, ya tentu saja mendapat pukulan dari Allo. Karena itu dia tidak berani.

Nah, Raichito? Dia bisa dibilang orang baru dalam kehidupan Allo. Tapi hanya beberapa saat, dia sudah bisa masuk ke dalam dunia pemuda bermata unik itu, yang selama ini tidak bisa dijamah orang lain. Kenapa? Kalau kau tanya Allo, dia sendiri tidak bisa menjawab. Membingungkan, tapi Allo entah kenapa tak merasa keberatan. Seolah pemuda itu sudah lama mengenal Allo.

"Allo.. aku harus melakukan apa untuk membuat mu mau makan sayuran?"

Allo masih membuang muka, namun akhirnya ia menoleh saat ditanya seperti itu. Masih dengan wajahnya yang seperti anak kecil yang marah.

"Kan aku sudah bilang, aku tidak mau! Tidak usah lakukan apa-apa!" jawabnya, kesal.

Tapi Raichito terus merayunya. Uuh, memang kenapa sih? Lama-lama Allo merasa sedang dipojokkan oleh ibunya. Selanjutnya Raichito malah mengancamnya. He? Tidak mau membelikan burger baru? Oke, dia lapar. Dan Allo tidak mungkin makan burger dan sayuran itu. Hmp, tidak mau! Tapi...

"Iya, iya! Aku makan!" menyerah, Allo mencibir. "Tapi aku tidak mau lihat dan menyentuh burgernya. Puas?"

Sial. Dia kalah.

Memaksa orang untuk makan sayuran. Kau pikir kau siapa Raichito? Kenal Allo saja baru kemarin. Hah, ini memang aneh. Entah kenapa akhir-akhir ini ia dan Allo menjadi dekat. Semuanya mengingatkan ia pada seseorang. Teman kecilnya yang sudah lama pergi-dengan damai.

Walau Allo dan sahabatnya berbeda seratus delapan puluh derajat, entah mengapa mereka berdua sama. Sama dalam arti apa Raichito pun tak tahu. Apa ini yang namanya takdir? Yaah, sepertinya.

Kembali ke Allo. Raichito yang berusaha membujuk Allo untuk makan sayuran sepertinya kurang berhasil. Tapi, ancaman yang diajukannya sangat lah berhasil.


"Iya, iya! Aku makan!

Haha. Sepertinya Allo tak punya pilihan. Karena perutnya sangat lapar. Dan ia pun ditaklukan, untuk makan sayuran tentunya. Raichito tersenyum puas melihatnya.

"Tapi aku tidak mau lihat dan sentuh burgernya. Puas?"

Raichito sekali lagi tersenyum. Hati kecil seperti berteriak 'ya! Aku puas!'. Yah, agak kejam memang. Tapi ini baik kan? "Baiklah kalau begitu. Pejamkan matamu. Biar aku yang menyuapimu. Tapi jangan sampai menggigit jariku ya," kata Raichito tetap tersenyum. Kemudian menyodorkan burger ke mulut Allo. "Ayo buka mulut mu. Aaa.." Raichito menyuruh Allo membuka mulut.

Sembari menyuapi ia tersenyum senyum melihat Allo. Mumpung Allo menutup matanya.

"Err.. Allo. Setelah ini kau mau kemana? Kalau kau tak keberatan, mau ke kamarku?"

Tch, Allo bisa-bisanya dikalahkan oleh pemuda bodoh seperti Raichito. Padahal kalau mau, ia bisa menghajar pemuda itu. Mudah. Walau tubuhnya sedikit lebih kecil dari Raichito, Allo cukup menendang sekali, dan ia lolos. Tapi sejak tadi, Allo tidak memikirkan kesempatan untuk menghajar Raichito. Entahlah, ia tidak sampai hati rasanya menghajar pemuda tersebut. Padahal Allo sudah tidak asing lagi dengan menghajar orang yang membuatnya kesal.

Ada lagi yang aneh. Allo bukan pemuda yang akan langsung kalah dengan ancaman. Siapapun yang mengancam Allo, pasti berakhir di bangsal rumah sakit. Ancaman akan dibunuh, sudah biasa didengarnya. Tapi, hari ini Allo kalah dengan ancaman ala anak-anak yang diumbar Raichito. Bingung? Well, bahkan Allo malas memikirkannya karena terlalu rumit.

Memenuhi kata-katanya, Allo menutup matanya. Membuka sedikit mulutnya, dan menggigit burger yang disodorkan Raichito. Ia sedikit berjengit saat merasakan acar timun dan selada di lidahnya. Namun tetap mengunyah, dan menelannya. Untuk pertama kalinya, Allo merasa tidak ingin ke kamar mandi setelah memakan sayur.

"Tch, tidak enak! Sayuran memang pahit. Pueh..." ia masih mengeluh saat membuka matanya, dan melirik Raichito.

"Err.. Allo. Setelah ini kau mau kemana? Kalau kau tak keberatan, mau ke kamarku?"

Percaya atau tidak, saat mendengar tawaran Raichito, Allo merasa jantungnya berhenti sesaat. Perasaan aneh menyelubunginya. Uh oh, apakah wajahnya memerah?

"Bo--boleh saja," Allo berusaha sebisanya untuk membuat nada bicaranya tetap tenang. "Tapi...kau harus masak untukku. Aku belum puas dengan traktiranmu!"

Menyuapkan burger berisi sayuran ke pemuda berumur enam belas tahun. Haha, menyenangkan sekali. Apalagi yang disuapi adalah Allo.

Ia sangat puas menertawainya saat Allo menutup matanya- bersiap menggigit burger nya. Sepertinya memakan sayuran lebih sulit dibanding membuat seseorang memesan bangsal dirumah sakit, untuk orang seperti Allo.

Satu hal, ini pertama kalinya ia menemukan orang jenis Allo. Menurutnya ini semua unik. Apalagi saat Allo berjengit menggigit burger yang sudah tercampur sayuran, Raichito sangat menikmati sekali pemandangan itu. Well, saat Allo membuka mata ia langsung menyembunyikannya. Takut terbaring di rumah sakit. Memang inilah Raichito, suka mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Bo--boleh saja,"

"Tapi...kau harus masak untukku. Aku belum puas dengan traktiranmu!"

Allo setuju. Ia mau ke kamarnya. Tapi.. Makan lagi? Apa Allo tipe orang yang makannya banyak atau karena ia makan sayuran makanya ia mau makan lagi? Yah, entahlah.

"Kau masih lapar rupanya. Baiklah, aku akan masak untukmu. Tapi apa yang dimasak tergantung apa yang ada di dapurku ya," Raichito menyanggupi memasak untuk Allo.

Raichito membungkus burger yang masih tersisa separuh atau mungkin lebih- berhenti menyuapi Allo.

"Sekarang aku tahu kau tak suka sayuran. Simpanlah burger ini. Mau kau makan lagi, mau kau buang, mau kau berikan, terserah padamu. Sekarang, ayo kita ke kamar," ujar Raichito sambil menyerahkan sisa burger yang sudah dibungkus. Yang dilakukannya bodoh sekali. Tadi dia yang mati-matian memaksa Allo makan burgernya. Tapi kenapa sekarang ia malah berhenti di tengah jalan? Yah, mungkin karena sudah tak sabar.

Langsung saja ia bangkit dari kursinya, menarik tangan Allo keluar restaurant.

(out)

Tch, entah kenapa Allo merasa kalau Raichito sangat puas berhasil menyuapinya dengan burger yang berisi sayuran itu. Walau tadi menutup mata, Allo dapat mendengar napas tertahan khas orang tertawa. Tidak bisa disangkal, pasti Raichito benar-benar puas menertawakannya. Dalam hati, Allo sudah mencatat untuk membalas dendam pada pemuda idiot ini. Huh, Allo bisa memastikan nanti Raichito akan mendapat pukulan telak di wajahnya. Lihat saja, tak akan lama lagi.

Allo tidak menampakkan ekspresi kalau dia mengetahui Raichito menertawakannya. Ia hanya cemberut, dan meminum air mineral yang dibelikan Raichito tadi. Terserah deh, apa yang akan dilakukan pemuda itu. Pokoknya tunggu saja pembalasan dari Allo. Kita lihat siapa yang tertawa terakhir.

Heh? Raichito membungkus lagi burger itu. Lalu menyerahkannya pada Allo. Fuh, berarti Allo tidak usah menghabiskan burger itu, kan? Baguslah. Allo sudah tidak minat menghabiskannya. Walau begitu, ia tetap mengambil burger itu. Entahlah, mungkin nanti bisa buat Kazu. Yang jelas Allo tidak merasa ingin membuang makanan itu.

"O--oi! Jangan buru-buru!" Allo terkejut saat Raichito menariknya. Menggenggam tangan pemuda itu.

Ia berjalan mengikuti Raichito, dengan perasaan tak jelas. Berdebar-debar, dan...

...senang?

[OUT]

[TOPIC'S END]