Al'loggio
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

2 posters

Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Aleciel Godwin Fri Jun 12, 2009 12:16 pm

Timeline: Setelah Welcome to your new...home?
Setting: Sore hari, mendung

============================================================================================================
Setelah bertanya kepada beberapa pejalan kaki, akhirnya Alec dapat menemukan gereja yang dimaksud sebelum hujan turun. Dibawah langit kelabu inilah kini Alec berdiri memandang bangunan suci berwarna putih di depannya dengan senyum puas.
Perlahan Ia mendorong pintu kayu gereja tersebut, yang spontan mengeluarkan decitan, dan mengintip ke dalam.
Kosong, dan juga sedikit gelap akibat langit yang tertutup awan hitam.
Alec berjalan masuk. Langkah kakinya di atas lantai batu menimbulkan untaian gema lembut.
Pemuda itu terus berjalan sampai akhirnya berhenti tepat di depan altar. Mata hijau Alec menatap salib raksasa tepat di depannya, yang langsung membuatnya merasa kecil.
Alec mulai berlutut sembari mengatupkan kedua tangannya. Matanya Ia pejamkan.
Beberapa detik kemudian, matanya kembali terbuka. Ia tidak meminta apapun kepada-Nya. Ia hanya berterimakasih atas segala yang Ia punya saat ini.
Dia bukanlah orang yang senantiasa memikirkan kekurangan, seolah-olah dirinyalah orang paling malang sedunia. Dia lebih suka memikirkan apa yang Ia miliki dan mensyukurinya.

Selesai melakukan tujuannya datang ke tempat ini, Alec berdiri dan memutar badannya. Kali ini matanya menyapu ruangan.
Deretan bangku yang terbuat dari kayu, jendela kaca berwarna-warni, beberapa lilin...
Ini adalah pemandangan familiar yang biasa Ia lihat saat pergi ke gereja bersama Mum dan Dad.
Sebuah senyuman lemah muncul di wajah pemuda berambut cokelat tersebut. Kedua bola mata hijaunya menyiratkan kerinduan yang dalam.
Dia rindu keluarganya. Dia rindu Mum yang tegas namun pengertian. Ia rindu Dad yang dulu, yang bukan seorang peminum dan suka menghajar anak sendiri saat mabuk. Ia tidak rindu sekolahnya, namun Ia rindu teman-temannya. Megan...Apa gadis itu masih tetap ceria dan suka menceritakan berbagai cerita aneh namun menarik? Dan juga...Dylan. Apa dia masih terlalu banyak berpikir?
Memikirkan ini semua membuat dada Alec menjadi sakit. Refleks, Ia menaikan tangan kanannya ke dada--tepat di atas jantung. Ia dapat merasakan organ itu bekerja cepat.
Tidak apa, aku pasti akan mendapat teman baru. Archiel juga adalah keluargaku. Aku tidak apa... Sifat optimisnya timbul. Kini senyumnya lebih terlihat penuh percaya diri.

Tiba-tiba sebuah bunyi yang cukup kencang menggema dari langit-langit gereja. Sepertinya hujan turun sekaligus, tanpa rintikan air sebagai peringatan.
Terjebak tanpa payung, Alec hanya mengangkat bahunya dan berjalan ke salah satu bangku kayu. Ia duduk dengan pose malas-malasan. Matanya kembali terpejam.


Terakhir diubah oleh Aleciel Godwin tanggal Fri Jun 12, 2009 1:07 pm, total 1 kali diubah
Aleciel Godwin
Aleciel Godwin
Member
Member

Posts : 48
Points : 50
Reputation : 0
Join date : 06.06.09
Age : 30

Character Bio
Job: SMU kelas 1, tapi sedang mencari kerja paruh waktu
Status: Single
Self-quote: "Take it easy, things will work out eventually..."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Dylan Stephens Fri Jun 12, 2009 1:00 pm

Gereja, ya?

Ia baru sampai di kota ini, baru menaruh barang di apartemennya yang baru dan memutuskan untuk berjalan-jalan sedikit. Dan hujan menyambutnya – logika menyuruhnya untuk berteduh karena tidak mungkin ia berlari sampai ke apartemen. Ia melindungi kepalanya dengan lengan kanannya, berlari menuju tempat sakral itu. Jasnya sedikit basah, tetapi tidak parah sehingga tidak sampai membuat dirinya kedinginan. Tangannya membuka pintu gereja itu perlahan, ditatapnya ruangan yang cukup megah itu.

Tempat orang untuk beribadah kepada Tuhan.

Ia bukan orang yang sangat taat, tetapi ia juga bukan orang yang melanggar norma agamanya. Ia adalah orang biasa yang berlaku sebagai anak baik-baik. Ia tidak ingin mencari masalah. Ia selalu mencari aman. Ia bisa berpikir apa yang terbaik untuknya, ia bisa mengerti.

Dan setidaknya, berusaha untuk memahami.

Hatinya tentu terketuk ketika berada di rumah Tuhan. Rohaninya seakan memaksanya untuk merenung. Ia teringat keluarganya yang telah membesarkan dia dan mengharapkan dia untuk menjadi anak yang baik. Ia melakukannya. Ia mengerti balas budi. Ia berusaha untuk memberi kepada orang-orang yang telah mengasihinya. Ia berusaha memenuhi harapan mereka. Karena ia sayang. Karena ia mengasihi mereka. Karena mereka adalah orang yang berharga untuknya.

Ia berjalan menyelusuri jalan menuju altar, tetapi ia terhenti sebelum mencapai altar. Mata hijau keemasannya berusaha memperhatikan bangku-bangku panjang yang berjejer di gereja itu. Ia tidak tersenyum, tidak mendesah, tidak bereskpresi.

Ia berpikir.

Pandangannya menemukan sosok seseorang di sana. Ia tidak tahu siapa. Penduduk kota ini, kah? Apakah orang itu tertidur? Atau orang itu khusyuk dalam do’anya? Ia tidak ingin menganggu, ia menghormati orang lain. Namun, rasa tidak ingin menganggu itu berubah ketika ia mulai merasa mengenali sosok itu. Ia sempat mengedipkan matanya beberapa kali sebelum mengusapnya. Tidak salah. Matanya tidak salah.

Itu sahabatnya, Aleciel Godwin.

Ia sempat ragu. Kebetulan yang terlalu kebetulan, menurutnya. Ia tidak terlalu percaya dengan takdir, tetapi ia percaya Tuhan punya rencana. Jadi, apa rencana Tuhan membawanya ke mari, dihadapakan dengan orang yang sempat muncul dan menghilang dari hidupnya? Dihadapkan dengan orang yang sempat membuatnya berpikir keras?

Dihadapkan oleh orang yang sampai sekarang, masih ia cintai?

Meski kata itu tak akan pernah terucap dari mulutnya. Ia tahu. Itu tidak benar. Mungkin itu hanya perasaan persahabatan yang terlalu berlebihan. Hanya rasa suka yang sedikit disamarkan oleh nafsu. Ia berusaha tidak memikirkan hal itu. Kakinya perlahan melangkah menuju sosok itu, tanpa sadar dan tanpa berpikir. Matanya terus memandangi sosok itu, tidak yakin.

Apa yang harus ia katakan pada orang ini? Ia masih terlalu terkejut.

“Ale... ciel?”

Ia mengatakannya. Wajahnya menunjukan heran, bingung, dan sedikit tidak percaya. Ia sekarang berdiri di depan lelaki yang ia pertanyakan itu. Mengapa lelaki itu bisa ada di sini?

Sekali lagi, ia tidak percaya takdir.
Dylan Stephens
Dylan Stephens
Member
Member

Posts : 38
Points : 44
Reputation : 0
Join date : 11.06.09
Age : 31

Character Bio
Job: 1st Grade Senior High School
Status: Single
Self-quote: "We live with others."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Aleciel Godwin Fri Jun 12, 2009 1:35 pm

Walaupun Alec bukan tipe orang anti-sosial, dia cukup menyukai suasana hening seperti ini. Hening tanpa keributan yang dibuat manusia; Saat satu-satunya bunyi yang bisa kau dengar adalah orkestra alam.
Namun keheningan itu dipecahkan oleh sebuah suara memanggil namanya.
Ia tahu suara itu. Terlalu tahu.
Suara itulah yang menyambutnya saat Ia pertama kali tiba di asrama besar dan dingin di sebuah kota metropolitan yang asing. Semenjak itu pula, suara tersebut selalu berada di dekatnya...sampai Ia memutuskan untuk pindah ke kota ini.

Alec membuka pelupuk matanya perlahan-lahan, setengah tidak ingin melihat pemilik suara tersebut. Ia memiringkan kepalanya sedikit.
Ternyata memang Dylan.
Ia berdiri dan memutar tubuhnya ke arah sahabatnya (apa mereka masih bisa dibilang sahabat setelah Ia kabur tanpa memberi kabar sama sekali?).

"Hei, Dylan," Sapanya ringan, seakan-akan mereka masih di sekolah dan tidak ada perpisahan di antara mereka. Bibir Alec mulai membentuk sebuah cengiran. Matanya menatap mata hijau keemasan milik Dylan. Beberapa ribu kalipun Ia melihat kedua bola mata itu, Alec tetap tidak bisa berhenti mengagumi keindahan mereka.

Alec masih dapat mengontrol ekspresi wajah dan nada suaranya dengan cukup baik. Namun anggota badannya yang lain sudah memberikan tanda-tanda berbeda. Kedua tangannya, yang entah sejak kapan Ia kepalkan, bergetar pelan. Begitu pula dengan lututnya.
Berbagai pertanyaan menyusup ke dalam kepalanya:
Mengapa orang ini berada di sini?
Apa dia marah sahabatnya pergi tanpa memberitahu?
Apa gadis itu juga disini?
Mengapa aku merasa takut sekaligus gembira dia muncul dihadapanku lagi?
Aleciel Godwin
Aleciel Godwin
Member
Member

Posts : 48
Points : 50
Reputation : 0
Join date : 06.06.09
Age : 30

Character Bio
Job: SMU kelas 1, tapi sedang mencari kerja paruh waktu
Status: Single
Self-quote: "Take it easy, things will work out eventually..."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Dylan Stephens Fri Jun 12, 2009 1:56 pm

Bola hijau keemasannya bertemu dengan bola hijau lumut. Ia heran, mengapa orang itu bisa setenang ini bertemu dengannya setelah menghilang begitu saja? Mengapa orang itu bisa melemparkan senyum padanya? Mengapa orang itu tidak terkejut, dan memertanyakan hal yang sama seperti hal yang ingin Dylan katakan padanya?

Dan mengapa ia melemparkan senyuman ke arah orang yang membuatnya bertanya-tanya itu?

Etika sialan. Kebiasaan sialan. Lebih sialan lagi, Dylan tidak bisa mengubahnya.

“Hei,” ia tertawa sedikit gugup, agak bingung dengan situasi ini, “sudah lama tidak bertemu, eh?”

Ia berusaha menguasai dirinya, senyuman ia coba pertahankan di wajahnya. Mengapa harus pertanyaan basa-basi yang ia lontarkan ke arah lelaki berambut coklat itu? Mengapa bukan pertanyaan yang sudah tertahan di ujung tenggorokannya? Mengapa bukan pertanyaan mengenai alasan pemuda itu tiba-tiba pergi dari asrama? Mengapa pertanyaan bodoh itu?

Ia duduk di sebelah lelaki itu, merasa lelah karena harus berdiri. Ia tahu, berdiri membutuhkan lebih banyak energi karena lebih banyak yang harus ditumpu oleh kaki dibandingkan duduk. Ia tidak menujukan heran, ia tidak menujukan terkejut.

Yang ia tunjukan hanya senyum, berusaha tenang.

“Bagaimana kabarmu?”

Etika sialan. Basa-basi sialan. Lebih sialan lagi, itu terlalu melekat dalam dirinya.
Dylan Stephens
Dylan Stephens
Member
Member

Posts : 38
Points : 44
Reputation : 0
Join date : 11.06.09
Age : 31

Character Bio
Job: 1st Grade Senior High School
Status: Single
Self-quote: "We live with others."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Aleciel Godwin Fri Jun 12, 2009 2:13 pm

Sepertinya Dylan mengikuti permainannya. Permainan 'Siapa yang bisa bertahan tidak menunjukkan emosi paling lama' yang Ia ciptakan begitu Ia menyadari kehadiran sahabatnya itu.

Setelah sedikit basa-basi, Dylan mendekat dan duduk di bangku panjang yang tadi Alec tempati. Tidak ingin berdiri sendirian (dan lututnya mulai terasa lemas), Alec kembali duduk sambil mendengarkan pertanyaan Dylan mengenai dirinya.

"Aku baik-baik saja," Alec menjawab. Ia berharap suaranya keluar senormal mungkin. Matanya kini lebih memilih untuk menatap altar ketimbang wajah pemuda yang duduk di sebelahnya.
Kesunyian kembali memenuhi ruangan saat Alec berpikir keras mengenai apa yang harus Ia katakan selanjutnya.

"Bagaimana kabar, Megan?" Alec masih berharap suaranya tidak mengkhianati peran yang sedang Ia mainkan saat ini. "Apa kalian masih bersama?"

Begitu pertanyaan terakhir yang Ia lontarkan keluar dari bibir Alec, Ia mengutuk dirinya sendiri. Ia memang penasaran, namun menunggu jawaban Dylan sangatlah menegangkan. Setengah dari dirinya berharap keras agar Dylan berkata 'tidak', namun setengahnya lagi, sisi dirinya yang menginginkan yang terbaik bagi kedua sahabatnya, berharap kalau mereka masih bersama...dan bahagia.
Aleciel Godwin
Aleciel Godwin
Member
Member

Posts : 48
Points : 50
Reputation : 0
Join date : 06.06.09
Age : 30

Character Bio
Job: SMU kelas 1, tapi sedang mencari kerja paruh waktu
Status: Single
Self-quote: "Take it easy, things will work out eventually..."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Dylan Stephens Fri Jun 12, 2009 2:29 pm

Alec tidak lagi menatapnya, ia juga tidak menatap lelaki itu. Pandangannya ke bawah, seperti merenung, seperti berpikir. Dan memang itu yang ia lakukan sebelum ia kembali melihat ke arah Alec yang berbicara padanya. Matanya terbelalak.

Sebuah pertanyaan yang langsung membuat sakit pada dadanya.

"Kami sudah berpisah."

Ia membentuk suatu senyuman, senyum kecut. Ia tidak merasa sakit karena ia sudah tidak bersama dengan gadis yang amat baik padanya itu. Ia tidak merasa sakit karena ia menyesali perbuatannya meninggalkan gadis itu. Senyuman kecut itu terbentuk bukan karena gadis yang bernama Megan itu.

Namun, karena lelaki di sampingnya ini. Karena lelaki berambut coklat itu melontarkan pertanyaan yang tidak pernah ia harapkan keluar dari mulutnya.

"Bukan, jangan salah paham. Kami tidak bertengkar. Kami hanya merasa lebih cocok menjadi teman, bukan kekasih."

Ia tertawa kecil. Untuk apa ia tertawa? Mungkin untuk membuat suasana yang ia rasakan mencair sedikit. Walau lebih terdengar seperti menertawakan dirinya sendiri, kebodohannya.

Hei, cepat, tanyakan mengapa ia pergi dan mengapa ia ada di sini.

"Kamu sendiri bagaimana? Sudah ada gadis yang mau bersamamu?"

Bodoh. Sangat bodoh. Mengapa ia masih harus terjerat dalam basa-basi yang membuatnya tidak bisa mengungkapkan maksudnya? Mengapa ia masih belum bisa jujur? Ia benci membalut wajahnya dalam topeng. Ia benci ketika harus bertingkah seperti ini. Ia benci etika. Ia benci basa-basi. Ia benci dirinya yang menurut dengan aturan sosial itu.

Namun, apa yang dapat ia lakukan?
Dylan Stephens
Dylan Stephens
Member
Member

Posts : 38
Points : 44
Reputation : 0
Join date : 11.06.09
Age : 31

Character Bio
Job: 1st Grade Senior High School
Status: Single
Self-quote: "We live with others."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Aleciel Godwin Fri Jun 12, 2009 2:53 pm

Hati Alec menjerit riang saat mendengar jawaban Dylan. Egois memang, tapi manusia adalah mahluk egois. Dan Dylan sendiri yang bilang kalau mereka tidak bertengkar, mereka hanya cocok sebagai teman. Ini berarti kesempatan bagi Alec.
Mungkin kini Ia bisa mengatakan dengan lepas kalau Ia mencintai...Megan?
Entah mengapa itu terdengar tidak pas di kepalanya.
Tapi Megan alasan Ia cemburu kan?
Kalau bukan, alasan apa lagi yang mungkin?

Dylan kembali bertanya.
Butuh beberapa detik bagi Alec yang pikirannya masih penuh, untuk mencerna pertanyaan Dylan.

"Eh? Gadis?" Ia mengulang kata-kata Dylan untuk mengulur waktu. "Belum ada sih. Tapi gadis-gadis di kota ini cantik-cantik juga." Ia terkekeh.
Bohong. Ia baru tiba beberapa hari yang lalu, dan sama sekali tidak memperhatikan soal kecantikan wanita sekitar. Terlebih lagi apartmen yang Ia tinggali adalah apartmen khusus pria.

"Sayang apa yang terjadi denganmu dan Megan," Alec merangkul pundak sahabatnya itu dengan satu gerakan kikuk. "Mu-mungkin lain kali kita berdua bisa berjalan-jalan sambil mencari gadis di kota?"
Aleciel Godwin
Aleciel Godwin
Member
Member

Posts : 48
Points : 50
Reputation : 0
Join date : 06.06.09
Age : 30

Character Bio
Job: SMU kelas 1, tapi sedang mencari kerja paruh waktu
Status: Single
Self-quote: "Take it easy, things will work out eventually..."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Dylan Stephens Fri Jun 12, 2009 3:15 pm

Ah, bicara soal gadis. Semua soal gadis. Laki-laki pasti mencintai seorang gadis, itu kodrat yang diterima oleh umum. Selain itu? Sakit jiwa. Tidak normal. Melawan kodrat. Sayangnya, Dylan ada di bagian abnormal itu. Namun, ia anak baik-baik, kok. Nilai-nilai sekolahnya baik. Hubungan pertemanannya wajar, selain Alec dan Megan, ia masih memiliki beberapa teman. Ia bukan anak yang suka membuat onar dan ia juga sudah pernah mencetak prestasi di bidang akademik. Kedua orang tuanya rukun, keluarga sederhana yang bahagia. Anggota tubuhnya tidak ada yang cacat, ia juga tidak terkena penyakit aneh-aneh. Ia tidak sakit jiwa, ia bisa berpikir dengan normal. Ia juga bukan psikopat.

Lantas, hanya karena ia tidak bisa menyukai lawan jenisnya, seperti lelaki pada umumnya, ia menjadi abnormal?

"Oh, cantik-cantik, ya? Aku baru datang, sih, jadi belum tahu banyak. Mungkin tinggal di kota ini juga tidak terlalu buruk."

Lagi-lagi ia tersenyum. Bohong. Ia tidak tertarik dengan gadis-gadis. Berteman dengan mereka, itu mungkin bisa. Namun, mencintai? Menjadi kekasih? Dylan merasa ia tidak bisa melakukannya. Sama seperti Megan, ia gagal total. Akan tetapi, mengapa ia terus memaksa untuk bisa melakukannya? Apa ia takut ia akan dianggap abnormal?

Apa ia takut akan mengecewakan keluarganya?

"Hahaha, mungkin ia bukan jodohku."

Ia tidak percaya takdir. Cinta. Jodoh. Bohong sekali. Apakah mencintai seseorang berarti ia berjodoh dengannya? Apakah hubungan lain jenis selalu hal yang orang lain junjung tinggi? Bukankah banyak orang-orang yang diberkati dengan kenormalan itu banyak menyia-nyiakannya. Kawin, cerai, selingkuh sana, selingkuh sini. Dylan iri sekaligus marah dengan mereka. Tidak bersyukur ketika dirimu menjadi manusia normal, pikirnya.

"Jalan-jalan di kota melihat gadis-gadis? Ide bagus. Bicara soal kota ini, kamu tinggal di mana?"

Ia tertawa kecil. Ia gembira. Bukan masalah ia bisa melihat gadis-gadis cantik, tetapi karena ia bisa berjalan-jalan dengan Alec - ditambah lagi sebuah rangkulan persahabatan yang membuat senang bukan main. Ia ingin bersama lelaki itu, tetapi tidak mungkin ia mengatakan alasan yang sesungguhnya. Persahabatan adalah topeng yang paling ampuh untuk menyembunyikan keabnormalannya.

Tidak apa. Biar seperti ini saja. Ia lebih bahagia seperti ini. Ia tidak mau sahabatnya pergi dari hadapannya karena ia berkata jujur. Karena ia mengatakan hal-hal yang abnormal menurut orang banyak. Hanya karena sedikit perbedaan.

Ia bisa menutupinya lebih lama, bukan?
Dylan Stephens
Dylan Stephens
Member
Member

Posts : 38
Points : 44
Reputation : 0
Join date : 11.06.09
Age : 31

Character Bio
Job: 1st Grade Senior High School
Status: Single
Self-quote: "We live with others."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Aleciel Godwin Fri Jun 12, 2009 3:29 pm

Dylan tertawa. Itu pertanda baik.
Tawa renyah pemuda itu membuat Alec turut tertawa sekaligus mengeratkan rangkulannya di pundak Dylan. Inner self-nya melompat-lompat kegirangan saat suasana canggung di antara mereka mulai mencair. Apa ini berarti mereka bisa sedekat dulu?

"Aku menumpang di apartment sepupuku," Alec menjawab pertanyaan sahabatnya. "Kalau tidak salah namanya...Ala...Alagaga? Alogia? Pokoknya apartmen khusus pria yang ada di kota ini." Ia menggaruk rambut cokelat miliknya menggunakan tangan yang bebas. Cengiran polos khasnya muncul.

"Kau sendiri? Apa kau pindah ke kota ini? Tinggal dimana?" Ia balik bertanya sembari menarik tangannya dari pundak Dylan. Rasanya masih sedikit aneh berlama-lama mengistirahatkan lengannya di sana.
Aleciel Godwin
Aleciel Godwin
Member
Member

Posts : 48
Points : 50
Reputation : 0
Join date : 06.06.09
Age : 30

Character Bio
Job: SMU kelas 1, tapi sedang mencari kerja paruh waktu
Status: Single
Self-quote: "Take it easy, things will work out eventually..."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Dylan Stephens Fri Jun 12, 2009 3:44 pm

"Al'loggio," ia menyebutkan nama apartemen itu dengan lancar, tersenyum, "dan, ya, aku pindah ke kota ini dan tinggal di sana, lantai tujuh."

Yah, ia memang sudah menaruh barang di sana dan melihat-lihat apartemen itu. Ia cukup terkejut karena sahabatnya tinggal disana, sekaligus senang. Berarti, ia akan lebih sering bertemu dengan Alec. Mungkin ia bisa bermain ke kamar apartemennya dan Alec juga bisa bermain ke kamarnya, berbicara banyak hal. Banyak yang ingin ia bicarakan dengan anak lelaki ini, banyak yang ingin ia tanyakan juga.

"Kamu di lantai berapa?"

Mengapa kamu tinggal bersama sepupumu? Ada apa dengan keluargamu? Mengapa kamu pergi dari asrama? Pertanyaan itu masih ia tahan dalam batinnya. Ada waktunya, Dylan, ada waktunya. Jangan terburu-buru, sesuatu yang dilakukan dengan tergesa-gesa tidak pernah berakhir baik.

Ia agak menyayangkan rangkulan yang dilepaskan oleh Alec, tetapi ia juga tidak berharap untuk terlalu lama juga. Memang, untuk apa berlama-lama? Itu hanya rangkulan persahabatan, bukan? Itu hal yang menjelaskan hubungan Alec dan Dylan, kan? Persahabatan antar dua lelaki. Tidak lebih, tidak kurang.

Suara hujan di luar gereja yang menyebabkan ia berada di sini dapat ia dengar, tetapi hanya samar-samar.
Dylan Stephens
Dylan Stephens
Member
Member

Posts : 38
Points : 44
Reputation : 0
Join date : 11.06.09
Age : 31

Character Bio
Job: 1st Grade Senior High School
Status: Single
Self-quote: "We live with others."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Aleciel Godwin Sat Jun 13, 2009 7:26 am

"Lantai 5," Alec menaikkan tangan kanannya yang menggunakan semua jemari untuk membentuk angka 5. "Kamar 501. Kau harus berkunjung suatu saat. Sepupuku adalah seorang koki yang handal, mungkin dia bisa membuat sesuatu untukmu. Saat aku pertama datang ke kota ini, dia memasakkan..." Alec mulai berbicara tanpa henti. Seperti biasa, saat Ia menceritakan sesuatu, wajah anak itu menjadi sangat ekspresif. Mata hijau kusamnya terlihat bercahaya.

"Dan kita juga bisa ngobrol lebih banyak," Ia menengok ke arah sahabatnya itu. "Kau harus bercerita apa saja yang terjadi setelah aku pergi-" Kata-katanya terputus. Alec spontan tutup mulut. Kepergiannya dari sekolah adalah topik yang ingin dia hindari sebisa mungkin, dan untungnya Dylan sama sekali tidak mengungkit masalah itu. Namun sekarang dia sendirilah yang menggali liang kuburnya.

"Um, sepertinya hujan sudah sedikit reda," Ia bangkit dari duduk dengan terburu-buru. "Aku harus pulang. Lain kali kita ketemu lagi." Ia mengucapkan salam perpisahan dalam satu tarikan nafas.
Aleciel Godwin
Aleciel Godwin
Member
Member

Posts : 48
Points : 50
Reputation : 0
Join date : 06.06.09
Age : 30

Character Bio
Job: SMU kelas 1, tapi sedang mencari kerja paruh waktu
Status: Single
Self-quote: "Take it easy, things will work out eventually..."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Dylan Stephens Sat Jun 13, 2009 8:57 am

Dylan mendengarkan ketika anak lelaki itu bercerita soal sepupunya. Ia tersenyum ketika melihat raut wajah itu begitu ekspresif, membuatnya amat senang. Memang seperti inilah yang ia sukai dari Alec. Ia tidak berkata, tidak menyela, hanya mendengar. Ia menghormati ketika orang lain sedang berbicara, apalagi sahabatnya sendiri. Dan ia tidak ingin kehilangan saat ketika sahabatnya itu mulai bisa akrab lagi dengannya.

Ia hanya ingin suasananya terus seperti ini.

Lelaki berambut hitam itu masih mendengarkan Alec berbicara kalau ia bisa mengobrol lebih banyak (memang itu yang Dylan inginkan) dan terputus ketika sahabatnya itu mulai mengungkit masalah kepergiannya dari sekolah. Sesungguhnya, ini lampu hijau untuk Dylan. Ia bisa mulai bertanya (toh, bukan ia yang mengangkat topiknya). Ia mulai bisa melepas semua kegundahannya lewat pertanyaan-pertanyaan yang tertahan itu. Ia ingin berbicara, tetapi ia terlalu banyak berpikir. Bagaimana kalau ia salah berbicara? Bagaimana kalau pertanyaannya balik melukai Alec? Bagaimana kalau saatnya tidak tepat?

Mata hijau keemasannya melihat ke arah sahabatnya yang berdiri dan ingin undur diri itu. Tunggu! Ia masih ingin bertanya, ia masih ingin berbicara lebih banyak denganmu lagi. Refleks, anak lelaki itu berdiri dari kursinya, melihat ke arah jendela seakan memastikan apakah hujan benar-benar reda – dan memang benar, mungkin hanya tersisa sedikit rintik hujan – sebelum menatap ke arah mata hijau lumut di sampingnya, mulut berusaha mengucapkan sesuatu.

“A-alec,” mulutnya masih terbuka, menggantung, “aku juga ingin pulang, bagaimana kalau kita bersama jalan ke apartemen?”

Ia terlalu takut untuk bertanya itu sekarang. Dylan sendiri juga menghormati hak Alec untuk tidak berbicara. Ia mengerti, mungkin salah kalau sekarang. Mereka baru bertemu, butuh waktu untuk mulai beradaptasi lagi. Lagipula, bagaimana kalau Alec punya masalah yang berat? Seperti masalah keluarga, misalnya? Memang ia sahabatnya dan berhak untuk tahu, tetapi ia terlalu takut untuk memaksa.

Ia terlalu takut sahabatnya ini malah akan berbalik membencinya.
Dylan Stephens
Dylan Stephens
Member
Member

Posts : 38
Points : 44
Reputation : 0
Join date : 11.06.09
Age : 31

Character Bio
Job: 1st Grade Senior High School
Status: Single
Self-quote: "We live with others."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Aleciel Godwin Sat Jun 13, 2009 9:32 am

Dylan mengajaknya pulang bersama. Sesungguhnya Alec takut berlama-lama dengan pemuda itu. Ia takut alasan kepergiannya (yang Ia sendiri sebenarnya juga bingung) akan ditanyakan. Namun...melihat sahabatnya itu disini. Di hadapannya. Alec juga ingin lebih lama berbincang-bincang dengan Dylan untuk melepas rindu.

Ia terdiam sejenak. Mempertimbangkan tawaran pemuda berambut hitam itu.
"Oke," Akhirnya Ia mengangguk dan tersenyum lebar. "Kita pulang sama-sama."
Ia menarik pelan ujung lengan baju Dylan dan menuntun pemuda itu ke pintu gereja, lalu akhirnya keluar ke jalanan.

[OUT]
Aleciel Godwin
Aleciel Godwin
Member
Member

Posts : 48
Points : 50
Reputation : 0
Join date : 06.06.09
Age : 30

Character Bio
Job: SMU kelas 1, tapi sedang mencari kerja paruh waktu
Status: Single
Self-quote: "Take it easy, things will work out eventually..."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Dylan Stephens Sat Jun 13, 2009 9:49 am

Entah mengapa, ia merasa lega ketika Alec meng-iya-kan tawarannya untuk pulang bersama. Sebenarnya, ia berpikir keraguannya ini agak sedikit bodoh. Alec adalah sahabatnya, wajar, kan, kalau mereka ingin bersama untuk berbincang-bincang? Mengapa ia harus takut kalau Alec menolaknya? Lagipula, anak itu tidak ada alasan untuk menolaknya. Senyuman terbentuk di wajahnya. Ia tidak mengatakan sepatah kata pun (apa yang perlu ia ucapkan? Terima kasih? Ia malah akan terlihat seperti orang bodoh) dan mengikuti Alec ketika pemuda itu menuntunnya.

Matanya sempat melihat ke dalam gereja lagi ketika ia berjalan menuju pintu keluar. Sekali lagi, ia tidak percaya takdir. Ia juga bukan orang yang sangat taat. Namun, kebetulan ini terlalu bagus untuk menjadi kebetulan. Apa yang Tuhan rencanakan dengan memertemukan ia dan Alec di gereja ini? Atau mungkin memang kebetulan itu suatu hal yang ajaib?

Ia berusaha untuk tidak terlalu banyak berpikir, kembali melihat ke arah Alec, tersenyum, dan pergi ke jalanan - menutup pintu gereja itu.

Banyak hal yang akan terjadi setelah pertemuan kembali ini. Pasti.

[Out]
Dylan Stephens
Dylan Stephens
Member
Member

Posts : 38
Points : 44
Reputation : 0
Join date : 11.06.09
Age : 31

Character Bio
Job: 1st Grade Senior High School
Status: Single
Self-quote: "We live with others."

Kembali Ke Atas Go down

[CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for... Empty Re: [CLOSED] A face I'd rather not see, yet longing for...

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik