When I'm boring here... [Open]

[OOC: Terjadi pada sore hari kamis pada hari cerah.
Open untuk maksimal 3 orang selain Shou. Yang mau join, yuk, monggo~]
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Akhirnya. Akhirnya. AKHIRNYA!!

Setelah menunggu-nunggu sekian lama, Aya-chan mengeluarkan video baru juga. Di antara aktris-aktris *cough* AV favorit-nya, Aya-chan adalah nomor satu. Wajahnya sangat manis sekali! Aah, kalau saja ia bisa punya pacar secantik dan sesexy Aya-chan. Tapi, apa daya? Alergi perempuannya membuatnya tidak berdaya.

Walau agak aneh, Shou bukan cowok tidak laku. Setidaknya, sudah ada dua gadis yang menyatakan perasaan padanya. Satu anak perempuan dari sekolah sebelah, satu tetangganya di rumahnya dulu. Yang pertama cukup tipenya, walau tidak terlalu cantik, tapi manis dan lembut. Tapi, gara-gara alergi sialan ini, yang membuat seluruh tubuhnya spontan gatal-gatal kalau menyentuh kulit makhluk lembut bernama pe-rem-pu-an, mau tidak mau ia harus menolaknya. SD sampai SMA selalu masuk sekolah khusus laki-laki.

Aaargh, bahkan, apartemen-pun khusus laki-laki!! Kenapa Tuhan mengujinya seberat ini? Izinkan aku menyentuh. Sedikit. Sedikiiiiiiiiiiit saja. Sedikit dari kulit halus seorang gadis!

Tapi apa daya. Punguk merindukan bulan, tubuhnya sontak gatal-gatal tiap menyentuh sosok halus itu. Mau tak mau, Shou hanya bisa... menikmatinya dalam video-video.

Aaargh! Ia ingin gadis yang sebenarnya!

Dengan langkah gontai, Shou duduk di salah satu kursi panjang di sana. Capek juga berjalan. Uangnya tinggal sedikit, ia tak bisa naik kendaraan umum, terpaksa jalan kaki dari sekolah ke sini. Nanti bisa naik bus ke apartemen sih. Nasib anak jauh dari orang tua... phew.

Shou mengedarkan pandangan. Daerah ini memang selalu ramai. Ada banyak orang, juga gadis-gadis manis... Ah, cewe baju pink disitu manis sekali. Senyumnya apa lagi, tipe Shou sekali! Kalau saja, dia bisa menggodanya, mengajaknya kencan...

Shou kembali menghela nafas.

Takdir memang kejam!

ooc: timeline setelah work means hell on earth
==

Oke, jadi mencari daun basil segar membutuhkan perjuangan ke toko rempah-rempah yang ada di kota, membuatnya membuang waktu setidaknya 30 menit untuk berlari keluar apartemennya, naik bus (jangan salahkan dia kalau antrian di tram seperti neraka rasanya! Untung banyak jalan menuju Roma!), menyeruak kerumunan orang untuk kemudian menyeruak lagi kerumunan dalam toko. Perjuangan, betul, tapi sebentuk hijau wangi di tangannya adalah kemenangan yang nyata.

Rico menggendong bungkusan kertas kecil berwarna coklat. Ia harus segera kembali dan memasukkan daun itu ke dalam saus lasagna yang ia tinggalkan di atas kompor. Tentu saja telah ia matikan terlebih dahulu, demi Tuhan. Sudah lama semenjak ia membuat lasagna, apalagi yang ini spesial untuk Luce. Semoga anak itu suka--

DUAG!

"Aa!"

Yes, inilah dilema kota tak besar tapi cukup ramai. Orang-orang entah kenapa selalu pergi ke daerah pertokoannya. Padahal orang-orang itu belum tentu perlu berbelanja. Contohnya anak muda yang tadi mendorongnya dari samping. Headphone-nya memancarkan sayup-sayup musik bernada cepat. Anak muda itu mencoba menirukan gitarnya dan, dengan sukses sentosa, bahunya mengenai bahu Rico yang tengah terburu-buru menyalip di antara kerumunan orang. Karena ia hanya manusia biasa tanpa keseimbangan sempurna yin-yang, jadi, yah, mohon maklum saat tubuh Rico mengarah ke pemuda yang sedang duduk di kursi. Sikutnya siap menerjang duluan sebelum ia sempat mengatupkan mulut, membukanya lagi, dan berteriak 'awas!'.

'Awas!'.

Duh, telat, bro.

Tubuh lemas, perut lapar, kaki pegal, kepanasan pula di luar sana. Dengan suasana seperti itu, bila tiba-tiba seseorang menabraknya, bagaimana mungkin ia sempat menghindar?

Siku pemuda itu tepat mendarat di atas pipinya. Telak. Nice shoot, dude.

"Aduh!" ia mengerang, menatap garang pada pemuda yang barusan menabraknya. Mungkin inilah yang namanya, sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sedang bad mood-bad moodnya, eh, malah ada yang mencari masalah dengannya.

Shou tahu dan lihat, sih, kalau ini sebenarnya bukan salah pemuda itu. Tapi, ia sedang suntuk hari ini, dan ingin sekali berteriak pada seseorang. Dan tiba-tiba orang yang tepat datang di hadapannya. Bukankah ini namanya, pucuk dicinta, ulam pun tiba?

"Heh, makanya, matanya dipasang kalau jalan!" bentaknya galak, emosinya keluar. Sebenarnya, ia bersyukur bukan perempuan yang menabraknya tadi.

Dan dasar Shou, moodnya memang mudah sekali berubah-ubah. Setelah puas berteriak barusan, ia kembali teringat pada video Aya-chan yang ingin ia beli nanti.

Aya-chaaan! Bagaimana mungkin aku bda mood saat aku akan menonton Aya-chan sebentar lagi?

Ia menghela nafas dan mulai tenang. "Makanya, hati-hati lain kali," gumamnya, mengusap pipinya yang sedikit berdenyut, dan kembali menyandarkan punggungnya pada kursi.

OOC: Sehari setelah di lobby
========================
Daerah perbelanjaan. Daerah yang setiap harinya pasti ramai, apalagi untuk kota besar ukuran kota ini yang populasinya sudah mencapai ribuan. Untuk manusia di kota besar tempat ini juga bisa merupakan sumber uang dan sumber kesenangan tersendiri bagi bermacam-macam orang. Dan.. bagi Wyl sendiri sepertinya tempat ini sedikit membosankan. Mengingat dia tak menyukai yang namanya open window.. er.. gampangnya berbelanja ria, kalau-kalau open window bukan istilah yang benar karena PM orangnya pelupa berat *disepak*. Selain itu, Wyl juga tidak bekerja disalah satu toko didaerah perbelanjaan itu. Maunya sih kerja sambilan.. tapi sepertinya Tuhan masih tak mengijinkan Wyl untuk bekerja atau Wyl sendiri yang malas cari kerja? Oke, terserah mau menganggap Wyl orang yang malas atau Tuhan yang kejam *dihajar Tuhan*. Lalu.. sekarang Wyl benar-benar tak ada mood untuk bersenang-senang. Tentu saja gara-gara dosen gila yang memberikan banyak sekali tugas yang mungkin kalau dikumpulkan akan membentuk anak gunung.

"Heh, makanya, matanya dipasang kalau jalan!" jeritan marah seorang pemuda tersampaikan di telinga Wyl.. yah cukup keras untuk didengar orang sekitar. Karena penasaran Wyl berjalan mendekati tempat dimana sumber suara tersebut berasal. Setelah terus berjalan menembus kerumunan agaknya Wyl menemukan dua orang laki-laki. Dan sepertinya Wyl tahu salah satu dari mereka.. rambut jigrak kuning?

"Eh.. Rico? Kau sedang apa disini tidak bersama Luce?"tanya Wyl tersenyum menyapa Rico.

"Dan.. hai.. kau tak apa?" kata Wyl menoleh kearah pemuda yang bercapkan warna merah dipipinya. Sepertinya pasti sakit.

"Aduh!"

Makjan~ Telak kena dengan skor 1-0 untuk Rico. Ia kira seseorang itu akan cukup awas untuk menghindari serangan fajarnya, tapi apa daya? Sikutnya tepat kena di pipi pemuda--yang kini ia lihat memiliki rambut ungu kehitaman--dan tak ayal mencuatkan makian padanya. Rico segera mengembalikan lagi keseimbangannya, sambil berkata terburu-buru namun dengan nada menyesal campur khawatir. "Maaf! Aku tak sengaja, itu- Kamu nggak apa-apa kan?" kedua alis berkerut sebagai manifestasi perasaannya. Satu tangan memeluk bungkusan ke dada sementara satu lagi terulur, bermaksud menyentuh pipi yang terkena sikutannya.

Clock does ticking, tapi salah tetaplah salah. Saus lasagna bisa menunggu, meskipun ia hanya bisa berharap Luce pun juga begitu.

Saat suara seseorang menyebutkan namanya, Rico menoleh. Ia menemukan Wylfred, tetangga yang mengetuk pintu kamarnya suatu hari saat ia tengah diburu tenggat waktu, dan balas tersenyum meski setengah hati. "Ah, halo. Tidak, aku sendirian saja. Kamu juga?" ujarnya berbasa-basi.

Shou menepis tangan yang terulur, sepertinya ingin menyentuh pipinya yang telah dengan sukses terantuk sikunya tadi. "Tidak usah, aku baik-baik saja," gumamnya, masih mengelus-elus pipinya yang sudah mendingan. Tidak separah itu, sih, sebenarnya. Mungkin memang ia sedikit lebay tadi. Ah, yang namanya refleks, siapa yang bisa salahkan?

Shou mendongak melihat ada seorang pemuda lain, sepertinya kenalan si slebor ini---menghampiri mereka dan menyapanya.

"Dan.. hai.. kau tak apa?" Shou hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Ya, sudahlah. Shou sedang baik hati hari ini. Toh marah-marah juga tidak ada gunanya.

Masih dengan tangan menempel di pipi, Shou meluruskan kakinya yang pegal. Sedikit lagi, sebenarnya, ia bisa mencapai toko kecil milik temannya yang selalu menyediakan koleksi lengkap video-video favoritnya, yang tidak dijual ke sembarangan orang. Tapi, kakinya masih mati rasa. Jalan kaki dari sekolah ke sini benar-benar bukan sesuatu yang bisa dicobanya lain kali. Kalau bukan karena ia sedang menyisihkan uang bulanannya untuk melengkapi koleksinya, ia tak akan sepayah ini.

Sebentar lagi. Istirahat saja dulu sebentar lagi. Sampai setidaknya pegal di kakinya menghilang.

Shou memutuskan untuk kembali mengamati sekeliling. Matanya pun tak luput dari kedua orang barusan. Ah, kalau dilihat-lihat, sepertinya Shou pernah melihatnya, tapi dimana ya? Ingatannya tidak terlalu bagus. Ah, mungkin orang lewat. Kota ini kecil, bisa saja ia melihat saat sedang berpapasan di halte bus atau sejenisnya, kan? Ya sudahlah. Tidak penting. Toh mereka bukan gadis-gadis manis, tidak terlalu penting juga mengingat siapa dan bagaimana kedua orang itu.

Qwerty... Qwerty berjalan ringan, sesekali mengayun kakinya. Agaknya ia senang telah membeli sebuah GPS baru walau dengan merk lama, sulit menemukan barang keluaran terbaru di kota sekecil itu, dan jika meminta kepusat maka ia akan diceramahi lebih banyak.

Kini Qwerty berniat mencari akses poin yang pas untuk laptop-san yang dibawanya di sebuah tas selempang putih. Sesekali sambil berjalan ia memperhatikan merk model baju terbaru, ada niatan membeli? Tentu tidak... lagipula agak sulit mencari baju cowok dengan setelan badannya.

Jalan Qwerty nampaknya agak membuat sekelilingnya memandangnya, bukan dengan sebelah mata... namun dengan banyak mata. Toh karena hanya ia yang berjalan riang menggunakan sepatu boots dengan hak setebal batu-bata, celana pendek, dan mantel berbulu sambil bernyanyi tralala trilili tidak jelas. Sosok pemuda manis satu ini kerap bisa juga mengecoh mata pemuda lainnya.

"Hm... Qwerty ingin membeli buku atau DVD untuk mengisi waktu senggang~" lanjutnya lagi, hanya bergumam sendiri.

Oh dan nampaknya ada orang-orang yang seharusnya ia ketahui di sana, GPS-san yang baru belum merekam data wajah orang-orang yang harusnya Qwerty tahu.

Tangan yang ia ulurkan ditepis pemuda itu seraya memberitahunya kalau ia tak kenapa-napa. Rico memasang wajah kecewa. Ia tahu memang salahnya. Dan ia juga tahu, serta maklum, kalau pemuda berambut ungu itu jadi marah karenanya. Ia menundukkan kepala sesaat, berpikir harus berbuat apa.

Akhirnya ia hanya berkata dengan ragu-ragu. "Umm, maaf ya...a-aku...benar-benar minta maaf!" dengan cepat ia membungkuk.

DUG!

Dan pinggulnya menabrak sesuatu. Sesuatu yang tidak keras, juga tidak lembut. Rasanya seperti badan manusia (Qaz). Astaga, apa lagi yang dilakukan pemuda itu? Kenapa mendadak jadi ceroboh begitu? Efek dari terburu-buru dan salah tingkah kah sampai membuat Rico terlihat moe payah seperti itu?

Qaz is Qwerty right?

"Naai!" sebuah suara, Qwerty yang sedang asik berjalan-jalan ceria tiba-tiba saja tertabrak oleh seseorang tepat di bagian perutnya, oh... . Lebih berlebihannya lagi adalah ketika pemuda manis satu ini tidak dapat menjaga keseimbangan dan akibatnya~

BRAK!

Ia jatuh terduduk di atas jalanan, Qwerty meringis memegangi pantatnya yang dengan indah mendarat di jalanan aspal tersebut. "Sa... sakit~" keluhnya lagi, untung saja tas selempangnya tidak ikut terhentak di atas tanah.

Qwerty bingung, eh apa? Siapa tadi? Kenapa?

Jadi siapa yang bertanggung jawab?

Qwerty melirik sang 'tersangka' ... "Uhm, rasanya GPS-san pernah menyimpan datanya," lanjutnya kemudian.

Kali ini, mata Shou tertuju pada pemuda yang tadi menabraknya, yang lagi-lagi menabrak seseorang. Oh, wow, apa memang pemuda itu ditakdirkan untuk terus bertabrakan, atau apa? Ia sudah bertabrakan dengan tiga orang dalam beberapa menit---itupun saat Shou melihat. Jangan-jangan pemuda itu sudah menabrak lebih banyak orang sebelum menabrak Shou tadi. Ia yang ceroboh, atau sial? Yaah, Shou mengerti. Takdir memang tidak selalu baik, huh? Seperti dirinya yang tidak ditakdirkan untuk menyentuh perempuan, padahal mereka begitu lembut, manis, menyenangkan, halus...

Aaah, mulai, kan.

Btw, anak yang menabrak pemuda pirang itu manis juga. Bocah. Ah, Shou tidak berminat pada bocah. Lagipula, suaranya kekanak-kanakan seperti itu. Ia lebih suka cewek yang seksi, manis, pokoknya, seperti... seperti Aya-chan!

Shou tidak menunjukkan minat, kembali menebarkan pandangannya. Ah, ada cewe manis lagi! Yang biru dan hijau itu! Dua-duanya manis, tapi yang biru lebih seksi! Apalagi ia pakai rok mini, aaah, andai ia bisa berkencan dengan cewe seperti itu...

Shou kembali menghela nafas.

Takdir itu kejaaaaaam!!!

"Naai!"

"Gyaaaa~!" swt, ikutan teriak deh jadinya si Rico. Seizin batas putaran kepala manusia, ia berusaha melihat siapa korban naas kecerobohannya itu. Astaga, seorang gadis? Gadis kecil kah sosok yang terduduk, berkata 'sakit' dalam suara imut kecilnya tersebut?

Pastinya begitu.

Rico, Nak, tunjukkan kedewasaanmu sedikit, tolong?

Buru-buru ia berjongkok, satu lutut di atas jalanan yang dilalui bermacam-macam orang, seraya mengulurkan tangan pada gadis berambut putih itu. "Maaf...ini salahku, Nona...," keluhnya sedih.

Nona?
Ya... memang tampang pemuda satu ini tidak kalah cantiknya dari wanita yang berkeliaran di kota itu. Entah darimana ia mendapatkan hormon cantik alami seperti itu. Yang pasti Qwerty tidak mengerti, ia tidak menghiraukan perbedaan gender. Buatnya dipanggil Nona, Tuan, Manis, Cantik, Tampan... apapun itu tidaklah berpengaruh. Semua sama.

Akhirnya si 'tersangka' menyadari perbuatannya dan meminta maaf seraya mengulurkan tangan. Eeeh itu namanya ditolong kan? Qwerty baru pertama mengalaminya dengan orang lain, yang belum dikenalnya. Akhirnya pemuda manis satu ini meraih uluran tangan Rico, "Na... nai, Qwerty tidak apa-apa," ucapnya lagi, dengan suara pelan. Bertanya-tanya apa yang dilakukannya itu benar eh?

Gadis kecil itu menerima uluran tangan. Serta merta, ditariknya tubuh gadis itu agar berdiri bersamaan dengan bangkitnya Rico. "Hup," seruan spontan--tak begitu keras sih untuk standar sebuah seruan--terdengar bebarengan ketika ia bergerak. Jangan hiraukan jinsnya yang sedikit berdebu karena tempelan jalanan ya. Masih memeluk kantung kertas coklat di dada, Rico tersenyum mempertontonkan rasa penyesalannya.

"Sekali lagi, maaf ya," diam sejenak sebelum menyambungkan. "Qwerty...namamu?" Seolah-olah ada pesan terselubung di balik pertanyaan itu yang berbau 'nama yang cukup tidak biasa ya?'. Semoga gadis itu tidak menelannya bulat-bulat, haha.


"Aku Rico," ia berbalik setengah langkah sehingga dapat memandang ketiga orang disana. Karena ia telah mengenal Wylfred, maka pertanyaan berikut lebih ditujukan pada pemuda rambut ungu yang menghela nafas di duduknya...ada apa ya kira-kira? "Kalau kamu? Siapa namamu?"

'Hup!' katanya... bukankah itu jenis spontanisme yang cukup unik. Qwerty baru tahu kalau manusia juga bisa mengulang kata-kata aneh seperti dirinya berbicara soal nai, wai, nya... tidak begitu penting sih.

Jadi pada akhirnya mereka berdiri, masih terasa sakit tapi tidak terlalu dipikirkan. Qwerty ikut membenarkan mantel berbulunya yang tadi menabrak jalan, setidaknya tidak ada debu di sana.

Nah, kemudian pria yang menubruknya lalu membantunya meminta maaf --untuk kesekian kalinya--, diiringi dengan pertanyaan. Tanpa berfikir lagi kemudian Qwerty menjawabnya, "Nai~ benar... Qwerty Qaz!" sahut Qwerty ceria. Agaknya ia telah mengenal satu orang lagi.

Buru-buru Qwerty mengeluarkan GPS barunya, menulis-nulis sesuatu... uhm tadi siapa namanya, Rico? Kemudian *Jepret!* tanpa izin dari siapapun ia memoto Rico untuk mendapatkan datanya. "Nai... Qwerty dapat datanya! Uhm... Rico A. Zeno, 22 tahun, Novelist..." Qwerty terdiam melihat rincian selanjutnya, "Aaah... ternyata Rico tinggal di apartemen Al'loggio juga, sama dengan Qwerty!" lanjutnya lagi, jadi sedikit exited.

Perhatian Shou kembali terpusat pada Pemuda yang tadi menabraknya dengan gadis kecil yang ditabraknya, walau tidak terlalu memusatkan perhatiannya juga. Mereka mulai mengobrol, dan pemuda itu sepertinya memang pemuda yang baik. Ia terlihat begitu bersalah, dan minta maaf pada gadis kecil yang hyper ceria itu. Uuuh, Shou tidak suka bocah.

"Kalau kamu? Siapa namamu?"

Pemuda itu menoleh kepadanya, sepertinya menanyakan namanya. Wah, SKSD sekali. Tidak salah juga, sih. Ia juga tidak cepat akrab dengan orang karena cukup pasif dalam hubungan antar manusia begini, dan bila orang lain cukup aktif untuk memulai perkenalan, ia sedikit senang juga, sejujurnya. Tidak benar-benar senang, sih, tapi ibunya sepertinya khawatir sekali Shou tak punya teman. Walau Shou tak terlalu peduli, tentu. Basa-basi pun tak apa-apa, asal ia menambah satu orang dalam daftar kenalannya (walau Shou tidak yakin ia akan mengingat nama dan wajah mereka setelah ini).

"Shou, Kanezawa Shou," jawabnya dengan senyum tipis di bibirnya, mencoba sedikit lebih ramah.

"Aaah... ternyata Rico tinggal di apartemen Al'loggio juga, sama dengan Qwerty!"

Bola mata Sho membulat mendengar ucapan 'anak perempuan' itu. Penghuni... Al'loggio? Tapi, bukankah anak perempuan tidak boleh masuk? Hmm, atau ia berhubungan dengan pemiliknya? Anak-anak boleh, mungkin? Ah, Shou tak terlalu mengerti, ia tak membaca peraturan apartemennya dengan teliti. Ia hanya tahu perempuan tidak boleh masuk, dan memang tidak berminat mengajak anak perempuan ke sana (karena ia sendiri juga tidak bisa berhubungan dengan perempuan, *sigh*). Yaah, yang namanya peraturan selalu ada pengecualian, kan?

"Aaah, jadi kalian tinggal di Al'loggio juga...," hanya itu reaksinya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Rupanya tetangganya. Pantas rasanya pernah lihat.

Ooh... akhirnya orang ketiga membuka mulut. Sejak tadi ia diam saja tidak memberikan reaksi tertarik bahkan mungkin merasa terganggu. Qwerty berpikir lagi... satu orang ini jangan-jangan penghuni apartemen yang sama.

Buru-buru Qwerty mengetikkan nama Shou di GPS-nya, walau datanya masih baru tapi ia bisa mengakses data di Al'loggio, setidaknya hanya mencari satu nama saja tidak begitu sulit. "Ah... Kanezawa Shou, murid SMU.... Hm, nampaknya kita bahkan memiliki kamar di lantai yang sama," Qwerty membeberkan informasi, kebetulan atau memang... semua ini sudah ada yang merencanakan?

Pemuda berambut ungu itu mengatakan kalau namanya Shou. Ah, dari Far East? Setahunya orang-orang Timur memiliki rambut hitam...mungkinkah itu cat? Yah, kalau ia menyentuh untuk memastikan, ia akan dihajar langsung. Percayalah, Rico. Maka ia hanya tersenyum mengangguk, seolah-olah menyatakan senang berkenalan.

JEPRET

Uwah? Gadis itu sepertinya menyimpan data dirinya dalam gadget...ah, GPS-nya. Ia mendengarkan saat biodatanya diutarakan oleh suara kecil itu ketika...

"Aaah... ternyata Rico tinggal di apartemen Al'loggio juga, sama dengan Qwerty!

Hampir saja ia menjatuhkan kantung kertasnya. "Tunggu, tinggal?" oke, tak ada yang palsu dalam pertanyaan penuh keterkejutan barusan. "Kamu...laki-laki?"

Entah kenapa reaksi Shou biasa saja. Apalagi, coba dengar, gadis itu menegaskan keberadaannya di apartemen itu. Wah wah wah, tak diduganya sama sekali kalau gadis kecil di hadapannya itu berjenis kelamin yang sama dengan mereka. Maksudnya, gender bender...?

Qwerty ditanya-tanyai lagi dengan pertanyaan itu, "Kamu...laki-laki?" Nai~ kalau harus terus menjawab yang seperti ini dan tiap pertanyaannya dibayar dengan 1 gold, mungkin Qwerty sudah bisa membayar biaya sewa apartemennya dengan uang ini.

"Nai... memangnya Qwerty tidak terlihat seperti laki-laki eh?" pertanyaan balik, khusus untuk introspeksi. Qwerty bingung dengan penampilannya, memangnya ada yang salah? Well, memang rambutnya panjang, bulu matanya panjang atau matanya bulat, tapi kan selama ia tidak memakai rok... Qwerty pikir seorang wanita hanya dinilai karena ia memakai rok. Ia tidak mengerti.

Whoaaa, ini baru kejutan. Kenapa tidak terpikir kalau anak itu adalah la-ki-la-ki, ya? Kali ini, Shou tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Heee, laki-laki?" hanya sebaris kata itulah yang meluncur dari bibirnya. Memang ia mau berkata apa lagi? Yaah, setidaknya ia bisa sedikit lega. Berarti alerginya tak akan kambuh di dekat anak itu.

"Nai... memangnya Qwerty tidak terlihat seperti laki-laki eh?"

Shou menggeleng tegas sebagai jawaban. Haduh, orang tuanya seperti apa, ya? Okelah tampangnya seperti anak perempuan, tapi sampai rambutnya dipanjangkan juga? Obsesi punya anak perempuan yang tidak kesampaian, mungkin? Yah, sudahlah, orang tua memang suka aneh-aneh. Asal tidak jadi kebiasaan sampai dewasa saja.

Hmm. Tiga orang penghuni Al'loggio. Benar-benar takdir yang hebat. Ia jadi percaya kata-kata mendiang kakeknya kalau dunia ini sempit.

Ah, ngomong-ngomong, sepertinya pegal di kakinya sudah hilang. Ia tidak bisa kesorean juga, toh toko yang ditujunya sudah dekat. Shou bangkit dari kursinya, dan menoleh pada orang yang ada di sana.

"Ya sudah, aku pergi, ya! Maaf tak bisa lama-lama, ada urusan. Ah, soal tadi tak usah dipikirkan, aku sedang bad mood tadi," ia menoleh pada pemuda bernama Rico, "sampai ketemu di lain kesempatan. Hati-hati pada langkahmu, ya," sarannya, dan kembali melangkahkan kakinya.

Sedikit lagi. Sedikit lagi. Sedikit lagi ia akan mendapatkan video terbaru Aya-chaan~~! Ah, ia harap video ini lebih bagus atau sama bagusnya dengan video terakhir yang ia tonton. Berharap saja.

[Shou Out]

"Nai... memangnya Qwerty tidak terlihat seperti laki-laki eh?

Ia melihat Shou menggeleng.

Entah Rico harus menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan ga...err, anak laki-laki itu ataukah mengangguk sebagai persetujuan atas reaksi Shou. Wah, wah, apa yang bisa ia katakan? Adalah berbahaya ketika seorang laki-laki terlalu mirip dengan perempuan?

Ia menelengkan kepala ketika memikirkan kira-kira seperti apa anak di hadapannya itu ketika besar nanti. Kalau tetap seperti perawakannya yang sekarang...

Oke, cukup sampai disitu. Otakmu sudah melenceng kemana-mana, teman.

Shou kelihatannya harus segera bergegas. Setelah menasehati (camkan itu, Rico, kau kelihatan cukup payah untuk dinasehati pemuda yang lebih muda darimu, andai kau tahu umurnya, that is) Rico, pemuda berambut ungu itu melangkahkan kaki. "Ah, terima kasih...," sempat dirinya menjawab.

Satu helaan nafas pelan timbul. Ia berbalik menghadap Qwerty dan Wylfred. "Kalau begitu, aku juga permisi. Masakanku menungguku di rumah. Kalau kalian ingin pulang, apa mau sama-sama sekalian?" masih menawarkan keramahtamahan rupanya?

Ah, ah, kamu memang terlahir dengan tumpukan basa-basi yang membosankan, my dear.

Kedua orang ini menggeleng atas pertanyaan Qwerty, pemuda manis ini lantas berpikir bahwa dia memang alien, toh hampir semua orang menggeleng jika ditanya begitu. Sesampainya di apartemennya nanti ia pasti akan langsung bercermin dan bertanya pada orang yang lebih normal.

"He... eh," Qwerty tidak bisa lagi berbicara. Kemudian satu orang berniat pergi, tidak bisa berkata Qwerty lalu melambaikan tangannya. Mungkin nanti mereka ketemu lagi, entah juga sih mengingat memory otak Qwerty yang sulit di-upgrade layaknya sebuah RAM.

Jadi... akhirnya tuan yang satunya berbicara. Hm, ajakan pulang? "Nai~ Qwerty juga mau pulang. Hm... ayo sama-sama," ajaknya lalu mulai melangkahkan kaki. "Eh jalannya ke mana ya?" baru saja bicara soal ingatan ia sudah lupa.

Kelihatannya si gadis jadi-jadian tapi adam itu ingin ikut pulang dan spontan menerima ajakan Rico. Ia memperhatikan ketika Qwerty melangkah dan, tak sampai sedetik, sudah lupa arah pulang swt. Untung (mungkin?) tadi ia menawarkan diri untuk pulang sama-sama.

Rico meraih pundak anak itu dengan tangannya yang bebas sambil tertawa pelan, "Ke sini. Hati-hati nyasar." Ia menoleh pada Wylfred. "Duluan ya."

[OUT]

Oh ya, lupa... terlalu banyak di sana padahal hanya kota kecil. Tapi untuk Qwerty tetap saja kota itu sebesar sesuatu yang tidak pernah disentuhnya karena selama ini dunianya hanya sebatas ruangan sepetak dengan komputer di kanan-kirinya.

"Ke sini. Hati-hati nyasar." Oh bagus, tuan yang baik hati ini menunjukkan arah untuk Qwerty. Sebenarnya bisa dibilang kesialan yang membawa keberuntungan, sehabis tertabrak tiba-tiba diantar pulang. Daripada tersesat. "Ah hai nai~ Duluan juga!" melakukan apa yang dilakukan oleh Rico, melambai pada Wylfred.

[Qwerty Out nai~]