[Room 810] Oh yay! Mah [own] life!

Ruang 810. Ya, salah satu ruangan paling ujung di lantai 8 ini selain kamar 801, 802, dan 809. Dan itu adalah ruangannya sendiri. Sendiri! Yay! Itu berarti dia bebas melakukan apapun, tanpa ada larangan dari siapapun! Yosh, barang-barang ini mau dirapikan sekarang, jadi...

Rai mencoba membuka pintu ruangannya. Tidak dikunci? Apakah sudah disiapkan karena aku mau mulai tinggal di sini hari ini? Ah, nggak mungkin. Paranormal, kaleee... Ya, sudahlah, masuk... Kunci yang ada di kantong jaketnya urung dikeluarkan.

“Yak, Furanchi~ Silakan masyuukk...,” kata Rai mempersilakan kawannya. Setelah Frau masuk, ia menggeret kedua kopernya masuk dan menutup pintunya.

“Anooo... Barangnya simpan di samping sofa saja~ Nanti aku yang bereskan semuanya...,” kata Rai. “Terima kasih, ya.. sudah membantu... Oh, ya...”

Rai teringat bahwa tadi dia sudah berutang cerita pada Frau. “Emm... Kamu duduk dulu, ya. Sebagai tuan rumah, eh, tuan ruangan yang baik, aku mau menyuguhkan minum buat kamu...”

Frau agak heran mendapati kamar Rai tidak dikunci. Lho? Bukannya setiap kamar baru itu biasanya dikunci ya??

.....

“Yak, Furanchi~ Silakan masyuukk...,”

"Ah, iya!"

.... Nanti saja mikirnya. Frau mengikuti Rai masuk ke kamarnya yang notabene hanya berjarak 3 kamar dari kamarnya sendiri.

“Anooo... Barangnya simpan di samping sofa saja~ Nanti aku yang bereskan semuanya...,”
“Terima kasih, ya.. sudah membantu... Oh, ya...”

"No prob" balas Frau singkat sambil nyengir. Ditaruhnya barang-barang Rai di samping sofa, seperti usulannya.

“Emm... Kamu duduk dulu, ya. Sebagai tuan rumah, eh, tuan ruangan yang baik, aku mau menyuguhkan minum buat kamu...”

Sepertinya Rai baru pertama kali tinggal sendiri, ya... Gak heran dia sangat excited.

"Ya, thanks. Maaf ngerepotin" balas Frau, lalu dia duduk di sofa di ruang tamu itu. Ditebarkannya pandangan ke sekeliling ruangan, pretty much like his.

"Boleh aku menyetel lagu?" tanya Frau.

[OOT: Kenapah kamarnya tidak dikunci? Ada sesuatu?? *dikeprak laptop*]

[aku juga tak tahu -_-a kenapa aku tulis begitu yah... mungkin karena diujung jadi terlupakan? *dibogem alastaralili*]

"Boleh aku menyetel lagu?"

Seperti biasa. Selalu ada backsoundnya. Dulu juga saat kami membaca buku bersama, pasti ada musik yang terpasang memenuhi ruang baca kami. Tapi entah kenapa konsentrasi kami nggak terganggu sama sekali dengan alunan musik itu saat membaca, mungkin karena saat itu otak kami masih segar-segarnya?

"Oh, iya, dong! Sekalian saja kamu sambungkan ke speaker!" Rai membalikkan langkahnya yang menuju dapur menjadi ke ranselnya yang berisi barang-barang penunjang hidupnya. Ia mengudek-udek ranselnya. Ah, sekalian saja keluarkan semuanya... HP, PSP, dompet, handycam... akhirnya, speaker mini yang selalu ia pakai kalau sedang belajar. Ia suka menyetel lagu-lagu lembut dari mp3 playernya. Tentu saja dengan volume yang cukup keras, agar range suara yang dihasilkan lebih luas.

"Ini, speakernya. Pasang sendiri, ya," Rai menyerahkan satu set speaker itu pada Frau yang sedang santai di sofa. Ia sendiri meletakkan barang-barangnya itu di samping televisi. Barulah kemudian ia benar-benar menuju dapur ruangan itu, dengan membawa tas plastik besar yang isinya bahan-bahan masakannya.

[OOT: Lagunya pake yang versi Inggrisnya ajah ya... Anggep ajah itu lagu mengalun dalam bahasa Jepang ^^. Btw, Frau lebay disini ]

"Oh, iya, dong! Sekalian saja kamu sambungkan ke speaker!"

Frau agak nyengir ketika Rai mengeluarkan bermacam-macam barang dari dalam tasnya. 'Just like the old times... Selalu siap banget'

Dan akhirnya Rai mengeluarkan.... speaker dari tasnya. Frau langsung mengenali speaker itu. Speaker yang biasanya dipakai kalau mereka sedang baca komik bareng atau belajar bareng. Dan seingatnya dulu, kata Rai, dia juga sering mendengarkan musik sambil belajar sendiri dengan memakai speaker itu. Heran juga, sudah 7 tahun tidak rusak-rusak? Garansinya benar-benar terjamin ya.

"Ini, speakernya. Pasang sendiri, ya,"

"Ok" jawab Frau. Rai sudah pergi ke dapur dengan membawa satu tas plastik besar, sepertinya berisi bahan masakan.

Frau menyambungkan speaker itu dengan MP3nya.

'Hmm.... pasang lagu apa, ya?' Frau mikir sambil mengecek list lagu di MP3nya satu per satu. 'Ah, ini saja deh'

Tombol play ditekan. Terdengarlah lantunan melodi yang sudah sangat familiar di telinga Frau. Maklum, ini merupakan salah satu lagu favoritnya.

Silakan puter lagunya disini biar lebih hidup ;D (auto play koq)

"Irresponsibly ruthless words fill this town but,
Never more, will a painful voice flow by..."

Yak, lagu Never More dari Persona 4. Frau menyukai lagu ini karena maknanya dalam dan iramanya menenangkan. Dan seperti biasa, secara tak sengaja, dia ikut menyanyikan lagu tersebut seiring dengan penyanyi di lagu tersebut.

"Those days we spent casually are bidding farewell to us.
As we lose those irreplaceable days
The rain hides the sun, stealing away its light
I am troubled as I lost what I believed in..."

Oke, saatnya chorus. Bagian inilah yang paling Frau suka nyanyikan.

"I won't forget those days that I spent with everyone precious to me,
Never more, will I be alone even in the darkness
I will find it, that precious thing that I lost
Never more, because I'm sure your voice will guide me"

Frau mulai terhanyut dalam lagunya. Dia makin menghayati nyanyiannya.

"I don't know when but I really have forgotten,
Those important words that I once believed in when I was young
In the world I can't wake up from I searched for them,
I finally found them, they were deep in my heart all along

If I get on the train now, I have the feeling I won't see you again
Never more, will you have to give the troubled me a little push
I will believe in that smile of yours, in our bond
Never more, for even when we are apart, your heart will be with me

Always I will be at the brink of your memories
Never more, just start walking and believe I'm by your side

I won't forget those days that I spent with everyone precious to me,
Never more, will I be alone even in the darkness
I will find it, that precious thing that I lost
Never more, because I'm sure your voice will guide me

I won't forget those days that I spent with everyone precious to me,
Never more, will I be alone even in the darkness
I will find it, that precious thing that I lost
Never more, because I'm sure your voice will guide me

Even now I remember
Those nights when I was only with you; those are wonderful memories for me
I will always remember you.."

Spoiler:

[hahaha bagus. tapi itu nyanyinya dalam bahasa jepang tow inggris???]

Terdengar musik mulai mengalun saat Rai mengeluarkan bahan-bahan dari tas plastik. Ah... lagu siapa ini? Musiknya enak...

Emm... minuman untuk Frau apa, ya? Ah, ini aja...
Rai mengeluarkan dua buah jeruk dari plastik berisi buah-buahan. Sisanya ia masukkan ke kulkas. Kemudian ia membongkar-bongkar lagi, mencari perasan jeruk. Gula... gula... ah, ini dia. Pisau... etoo... buka dulu bungkus korannya. Gelas, gelas... aduh, mau menyajikan minum saja repot sekali. Tapi demi minuman favorit Frau, ayo aja deh.

Saat terdengar suara Frau yang ikut menyanyikan lagi itu, Rai terdiam sejenak. Tangannya ditopangkan ke meja dapur. Kepalanya tertunduk sedikit dan pandangannya menjadi sayu dan tersenyum. Ah, niat sekali dia nyanyinya. Dan lagi, liriknya...

Ah, kenapa jadi diam begini, sih. Ayo, bikin bikin! Kasihan dia, sudah dikerjain suruh angkat-angkat barang, minuman buat dia nggak selesai-selesai juga.

Akhirnya, tanpa menunggu lagu itu dan Frau selesai pentas, Rai melanjutkan kegiatannya, membuat... es jeruk. Yaa... es jeruk.

'Masa begini saja, sih? Kayak nggak ada yang beda. Apa ya biar nggak biasa?' batin Rai. 'Masa nggak ada lagi bahan-bahan yang bisa dicampur...'

Rai mengudek-udek tas plastiknya lagi. Eeh, siapa yang memasukkan ini??? Tapi... ini bolehlah, sebagai variasi. Sudah, kasih gula ke dalam gelas, masukkan jeruk yang sudah diperas, lalu aduk...

Kita lihat mana yang akan dia pilih sebagai bahan terakhirnya.

"Fura~ maaf lama, ya..." Rai meletakkan dua gelas berisi perasan jeruk manis. Ingat, cuma perasan jeruk yang dikasih gula. Kemudian ia kembali lagi ke dapur dan membawa...... sebotol soda dan sebotol air mineral. "Nah, kamu mau minum dengan apa? Maaf nggak ada es batu karena baru sampai di sini..."

[OOT: Bahasa Jepang . Di rep selanjutnya sayah kasih lagu lain ya~ ^o^]

"Fura~ maaf lama, ya..."

Frau tersentak dan menoleh. Saking seriusnya nyanyi, dia sampai gak sadar kalau Rai sudah selesai membuat minuman.

"Ah, gapapa kok" balasnya nyantai.

"Nah, kamu mau minum dengan apa? Maaf nggak ada es batu karena baru sampai di sini..."

"Nyantai aja..." Frau melirik minuman yang ada di atas meja.

"Wah... jus jeruk~ Arigatou, Rai-kun" kata Frau senang. "Masih ingat saja minuman favoritku"

"Ehm... Pakai soda saja, makasih~" balas Frau.

[oh... okay]

"Masih ingat saja minuman favoritku."

Hihi, ya iyalah... Kamu ini lucu, gimana mau nggak ingat kalau tiap aku ke rumahmu, pasti disuguhi minuman ini... Apalagi mamamu cerita kalau itu minuman kesukaanmu!

"Kalau begitu, aku pakai airnya ya..."

Rai menuang air mineral ke gelasnya dan mengaduk minuman itu.

"E.. itu lagu siapa, ya? Enak sekali!" tanya Rai basa-basi... Teman yang sudah lama nggak ketemu selalu begitu, kan???

"Kalau begitu, aku pakai airnya ya..."

"Ok" respon Frau. Dia sendiri mengambil soda dan menuangnya ke gelas bagiannya.

"E.. itu lagu siapa, ya? Enak sekali!"

Frau meneguk sedikit jus jeruknya, lalu menaruhnya di meja.

"Ooh, itu lagunya Shihoko Hirata, dia yang nyanyi lagu itu... Terus lagu itu ada di game Persona 4 yang sudah kutamatkan. Judulnya Never More" jelas Frau.

Sementara itu lagu di MP3 Frau tak terasa sudah switch ke lagu berikutnya.

Song's here ;D

Terdengar melodi yang sedikit rap mengalun dari speaker. Burn My Dread dari Persona 3 rupanya.

"Dreamless dorm, ticking clock. I walk away from the soundless room
Windless night, moonlight melts. My ghostly shadow to the lukewarm gloom
Nightly dance of bleeding swords. Reminds me that I still live"

Frau secara tak sadar mulai mengetuk-ngetukkan jarinya pelan, mengikuti irama nada lagu tersebut.

"I will burn my dread
I once ran away from the god of fear
And he chained me to despair

Burn my dread

I'll break the chain
And run till I see the sunlight again
I'll lift my face and run to the sunlight...

Voiceless town, tapping feet. I clench my fists in pockets tight
Far in mist a tower awaits. Like a merciless tomb, devouring moonlight

Clockwork maze end unknown. In frozen time, a staircase stands
Shadows crawl on bloodstained floor. I rush straight ahead with a sword in hands
Cold touch of my trembling gun. I close my eyes to hear you breathe

I will burn my dread

This time I'll grapple down that god of fear
And throw him into hell's fire

Burn my dread

I'll shrug the pain
And run till I see the sunlight again

Oh I will run burning all regret and dread
And I will face the sun with pride of the living..."

"Oh ya, in case kau menyukainya, itu lagu Burn My Dread dari Persona 3" kata Frau pada Rai, lalu meminum kembali jus jeruknya.

Oh wow. Lagu yang nge-beat banget. Tanpa sadar Rai ikut mengangguk-anggukkan kepalanya. Ah, ternyata lagu Rock nggak jelek2 amat..

"Frau, aku boleh minta lagu-lagumu? Kok kayaknya enak-enak..."

Rai melirik jam dinding. Wah, rupanya sudah pukul lima. Apa dia mau jalan-jalan dulu di luar ya? Masih terang ini, siangnya lama kalau musim panas...

"Eh... Frau, aku mau jalan-jalan keluar. Kamu mau ikut? Aku sih mau ke toko buku. Mau beli buku.. sekalian mau daftar untuk baito disana (baito=part time)," ajak Rai pada kawannya itu. "Kalau kamu ada buku yang mau dibeli, aku beliin deh. Mumpung tadi baru dikasih duit jajan >D..."

Oh well, lagi-lagi buku... Tak jauh-jauh lah hidup mereka dari buku. Hahaha.

[btw yang minta lagu tuh suara hati author loh. >D]

"Frau, aku boleh minta lagu-lagumu? Kok kayaknya enak-enak..."

"Hoh? Iya, tentu saja boleh... Nanti kukasih dengar satu-satu deh"

"Eh... Frau, aku mau jalan-jalan keluar. Kamu mau ikut? Aku sih mau ke toko buku. Mau beli buku.. sekalian mau daftar untuk baito disana (baito=part time),"
"Kalau kamu ada buku yang mau dibeli, aku beliin deh. Mumpung tadi baru dikasih duit jajan >D..."

"Hwah? Mau beli buku??" Frau langsung excited. Kalau urusannya sudah membeli buku, badaipun akan dia terjang untuk mendapatkannya!!

"Ah, ga usah... bukan bermaksud geer, tapi duitku cukup buat beli buku kok" jawab Frau sambil nyengir. "Kau mau part-time? Dimana?"

Mendadak Frau teringat sesuatu. "Oh ya Rai-kun... Tadi sepertinya kau mau mengatakan sesuatu mengenai alasan kepindahanmu ke sini?"

"Part-time di toko buku..."

Oh iya, aku lupa. Saking senangnya bertemu teman lama.

"Eh... jadi... aku akan cerita sebelum kita pergi ke toko buku..."

Rai menumpangkan kaki kanannya di atas paha kirinya.

"Yah, sebenarnya bukan sesuatu yang sangat penting sampai harus diceritakan, sih...," Rai mengawali ceritanya dengan 'tidak penting'. Ia meneguk habis es jeruknya.

"Aku pindah ke sini gara-gara aku bosan diganggu oleh mantan teman-teman SMP-ku. Mereka itu selalu menggangguku..." mata Rai menerawang ke kaus kaki kanannya


[loh, arah mata Rai kok aneh ya? ]

"Part-time di toko buku..."

Wah, tambah lagi alasannya untuk sering-sering ke toko buku. Frau meneguk habis jus jeruknya.

"Eh... jadi... aku akan cerita sebelum kita pergi ke toko buku..."

Frau diam, mendengarkan dengan tenang.

"Yah, sebenarnya bukan sesuatu yang sangat penting sampai harus diceritakan, sih...,"
"Aku pindah ke sini gara-gara aku bosan diganggu oleh mantan teman-teman SMP-ku. Mereka itu selalu menggangguku..."

"Mengganggu?" Frau mengerutkan alisnya. Seingatnya, Rai bukanlah orang yang suka mencari masalah. Kenapa bisa diganggu?

"Yeah." Mengganggu. Rai mengulang sendiri kata itu di benaknya.

"Mungkin kamu nggak percaya, tapi aku ini salah satu korban bullying, secara nggak langsung... Well, nggak langsung. Karena mereka menggangguku secara psikis. Mental. Yah, hal-hal yang berhubungan dengan 'memengaruhi', deh..." kata Rai. "Tahu nggak, setiap aku berangkat dan pulang sekolah, beberapa anak menungguku di tengah perjalananku menuju sekolah. Aku berangkat sekolah naik sepeda. Di tengah jalan, kalau nggak dua orang yang mencegat, ya... empat, deh."

Rai memandangi barang-barang bawaannyaa.

"Mereka... yah, katakan saja mereka setengah memengaruhiku. Atau kasarnya... menanamkan pikiran mereka padaku."

Oke... kedengaran berlebihan, tapi itulah yang Rai rasakan terhadap mereka.

"Mungkin kamu nggak percaya, tapi aku ini salah satu korban bullying, secara nggak langsung... Well, nggak langsung. Karena mereka menggangguku secara psikis. Mental. Yah, hal-hal yang berhubungan dengan 'memengaruhi', deh..."
"Tahu nggak, setiap aku berangkat dan pulang sekolah, beberapa anak menungguku di tengah perjalananku menuju sekolah. Aku berangkat sekolah naik sepeda. Di tengah jalan, kalau nggak dua orang yang mencegat, ya... empat, deh."

Frau hampir terkesiap. Rai, teman lamanya yang dulu selalu ceria, korban bullying?! Apa dia tak salah dengar?? Korban bullying secara mental pula. Pake cegat-cegatan, lagi! Empat orang pula!!

"Mereka... yah, katakan saja mereka setengah memengaruhiku. Atau kasarnya... menanamkan pikiran mereka padaku."

Frau sedikit membelalak. "Me, menanamkan pikiran? Memangnya kau diapakan?" tanya Frau dengan nada penuh simpati.

"Err... yah. Semacam menjadikan aku sebagai... yah, seseorang yang bisa disuruh-suruh begitu, deh. Ah, sudahlah, aku nggak mau mengingat hal itu lagi. Aku juga cerita sama kamu sekarang karena aku nggak tahan lagi untuk menyimpan cerita ini," ucap Rai. Ia memainkan gelasnya.

"Aku nggak pernah mengatakan hal ini pada siapapun. Termasuk Mama dan Papa."

Yah, aku sih nggak menyalahkan siapapun kalau nggak ada yang tahu, toh aku sendiri yang nggak pernah cerita. Lagipula memang aku ini orangnya tertutup, kok. Menganggap semua masalah adalah tabu untuk dibicarakan. Lebih baik lupakan dan tatap terus ke depan.

Cukup Frau saja yang tahu, ya, cukup dia... Aku sudah nggak mau mengingat sesuatu yang bisa merusak jalan pikiranku itu. Mungkin dari luar orang-orang menganggap hal itu biasa, dibanding kekerasan yang diwujudkan dalam bentuk siksaan fisik. Namun percayalah, siksaan batin lebih mengena!

[ohoho, boong banget. Authornya lebay... maksa ya? hahaa itu ngarang-ngarang bae!!! Kaya Rai yang paling menderita ajah ]

"Err... yah. Semacam menjadikan aku sebagai... yah, seseorang yang bisa disuruh-suruh begitu, deh. Ah, sudahlah, aku nggak mau mengingat hal itu lagi. Aku juga cerita sama kamu sekarang karena aku nggak tahan lagi untuk menyimpan cerita ini,"

Oh, pesuruh.... Dan dia tidak pernah cerita? Seberapa berat bebannya?

"Aku nggak pernah mengatakan hal ini pada siapapun. Termasuk Mama dan Papa."

... Rai... Ternyata dia mengalami kejadian yang kurang lebih sama dengan Frau....

Dead silence.

"Rai-kun...." Frau menggantung kata-katanya. Rai bilang dia ingin melupakan hal itu, jadi sebaiknya dia tak mengungkit-ungkitnya lagi.

........

"... Baiklah... Kita lupakan saja topik tadi, kalau kau mau. Daripada memikirkan hal yang tidak enak, kita pergi sekarang saja, yuk" tawar Frau.

Rai menatap Frau, kemudian tersenyum. Ia melingkarkan lengannya di leher dan tangan satunya mengacak-acak rambut Frau.

"Ah, aku bersalah ya... Sudah membuat anak kecil polos sepertimu terkontaminasi dengan hal-hal seperti ini... Maaf ya, Furanchiiii~" ujar Rai.

Rai kemudian bangkit dari duduknya. "Yosh!!! Ayo kita ke toko buku!" seru Rai. Ia beranjak mengambil dompet di ranselnya. "Ayo, kita pergi sekarang! Makasih ya, udah mau denger ceritaku..."

"Ah, aku sekalian mau menanyakan soal baito di sana. Jadi nanti temani aku yaa~"

[Abis ini pindah ke shop district ga?? Btw, kita sudah membuat kisah yang berkesan nih~ =w=b]

Frau nyengir ketika Rai tersenyum dan mengacak-acak rambutnya. Baguslah, dia sudah ceria lagi... Frau selalu lebih suka melihat temannya gembira daripada sedih atau marah.

"Ah, aku bersalah ya... Sudah membuat anak kecil polos sepertimu terkontaminasi dengan hal-hal seperti ini... Maaf ya, Furanchiiii~"

"Ah, hey, aku bukan anak kecil lagi, kau tahu" kata Frau sambil tertawa kecil. "Lagian gapapa kok, aku tak keberatan"

"Yosh!!! Ayo kita ke toko buku!"
"Ayo, kita pergi sekarang! Makasih ya, udah mau denger ceritaku..."

"Oke, ayo. Dan kalau kau ada masalah, kapan saja kau bisa cerita padaku. Because that's what best friends are for, right?"

"Ah, aku sekalian mau menanyakan soal baito di sana. Jadi nanti temani aku yaa~"

"Oke~" balas Frau.

Ah, punya teman sekaligus adik seperti Frau memang menyenangkan. Aku yang anak tunggal ini jadi punya teman bermain...

Aku besyukur atas semua yang telah kudapatkan sampai saat ini, termasuk adanya Frau di apartemen yang sama denganku setelah 7 tahun kami berpisah. (Mama, Papa, maafkan anakmu yang lebih sayang sama kawannya ini!!! Bagiku kalian tetap nomor satu di hatiku, kok!!!)

Rai berjalan keluar diikuti oleh sobat kecilnya itu. Rai hanya membawa dompet dan HP. Setelah itu ia mengunci pintu ruangannya. Ruangannya. Imbuhan -nya dibelakang kata 'ruangan' itu membuat perasaannya geli, enak, tapi sekaligus malu. Seperti jadi orang kaya baru, tinggal di apartemen semewah ini dengan fasilitas lengkap.

Yah, this is my own life, start from now.