After a Long Time...

Rai dan Frau berjalan menuju Lift dengan bawaan segede gambreng. Oh... Dasar manusia terlampau berperasaan... Khawatir kalau-kalau ada yang kurang, jadi semua barang dibawa...

Lift yang kebetulan sampai di lantai dasar itu terbuka. Beberapa orang keluar, dan kini kosong. Keduanya menyeret koper dan masuk ke dalam.

"Aku yang pencet, ya? Ya? Ya? Lantai delapan, kan??" tanya Rai antusias. Lift ini sungguh bagus, Rai nggak bohong.

Frau melangkah masuk lift bersama Rai setelah semua orang keluar. Memang barang bawaan Rai sedikit keterlaluan, tapi masih bisa diterima akal sehat kok. Frau saja waktu kesini membawa 3 buah tas sampai-sampai Qwerty yang waktu itu membantunya membawa tas sedikit kaget.

"Aku yang pencet, ya? Ya? Ya? Lantai delapan, kan??"

Frau mengangguk. Whoa, Rai antusias sekali.

"Jangan bilang kau belum pernah naik lift" kata Frau sambil bercanda. Memang lift ini bukan lift biasa sih. Frau sendiri sempat kagum saat pertama kali naik lift ini. Di dalamnya terang, ketiga sisi lift selain pintu diberi kaca yang mengkilap. Lantai liftnya pun terbuat dari keramik. Wow, sekarang Frau semakin heran kenapa biaya sewa apartemen ini bisa dibilang murah sekaleeee untuk ukuran apartemen semewah ini.

"Jangan bilang kau belum pernah naik lift."

"Sembarangan kamu, aku kan baru kali ini lihat bangunan semewah ini!" bela Rai.

Sial.. Dikatain kampungan. Bodo, ah.

Rai suka memandangi kaca di ketiga sisinya. Semua pemandangan dari lift itu dapat dilihat dan sangat indah. Taman di sekeliling apartemen terlihat sangat luas...

Rai suka sensasi saat naik lift. Sensasi saat lift itu bergerak keatas, tubuhnya tertekan ke bawah oleh gravitasi. Saat lift ke bawah, bobotnya serasa berkurang, badannya serasa melayang. Kalau sudah begitu, Rai senyum-senyum sendiri.

Keheningan sesaat menyeruak. Mereka baru tiba di lantai 4.

"Err.. Furanchi... soal yang tadi..." Rai menghentikan kalimatnya. Berpikir. Bilang sekarang, enggak, bilang sekarang, enggak... Tanggung, 4 lantai lagi sudah sampai. 4 lantai itu nggak kerasa kalau naik lift.

[OOT: Anggep aja dari lift keliatan kolam renang~. Oya, mau pake kejadian lift macet? ]

"Sembarangan kamu, aku kan baru kali ini lihat bangunan semewah ini!"

Frau ketawa. "Iya iya, aku tahu kok. Waktu pertama kali kesini juga reaksiku kurang lebih seperti kau, lah"

Lift mulai beranjak naik setelah Rai menekan tombol lantai 8. Kotak lift naik perlahan, beranjak menuju lantai 8. Pemandangan yang terlihat di luar lift sangat indah, taman dan kolam renang terlihat semakin kecil di bawah.

Rai terlihat senang, dia senyum-senyum sendiri. Frau ga komentar, cuma bisa memaklumi hal tersebut.

Hening... baru sampe lantai 4...

"Err.. Furanchi... soal yang tadi..."

Frau menoleh. Yang tadi? Oh, mungkin soal pertanyaan Frau tadi, kenapa Rai pindah kesini...

"Ya?" tanya Frau, rasa penasaran mode: on.

[Aaah... jangan deh.. kasian, masa apartemen mewah begini liftnya macet udah langsung sampe aja ya. Kaulah yang tutup tretnya... hehehe]

Waah... Kolam renangnya kelihatan dari sini! Eeehh... jadi nggak sabar kepengen 'menjajal' kolam itu, dan lusa pasti dengan sukses dia akan datang ke sekolah dengan kulit hitam kalau besok siang dia berenang. Lalu di sana?? Ada apa lagi selain kolam?? Mata Rai terus menjelajah dari dalam lift berdinding kaca ini.

"Ya?"

"... Yang tadi... err..." Rai mengalihkan pandangannya ke koper-kopernya, "...ah, nanti sajalah kalau sudah sampai, OK?" akhirnya cuma itu yang terucap. Kalau suasananya begini sih, kurang mendukung buat cerita... Yang namanya cerita itu lebih enak kalau sambil duduk. Masa mau duduk di lift?

TING.

Akhirnya.

Rai menunduk, memandangi koper-kopernya.

"...ah, nanti sajalah kalau sudah sampai, OK?"

"OK" balas Frau simpel. Memang aneh rasanya kalau ngobrol di lift sambil berdiri,apalagi bentar lagi nyampe.

TING.

Oh, sudah sampai rupanya. Frau dan Rai pun keluar dari lift itu, dan pergi menuju kamar Rai.

[Closed~]